Batalkah Menyentuh Kemaluan Istri Saat Puasa?

darulmaarif.net – Indramayu, 03 Maret 2025 | 20.00 WIB

Bulan Ramadan adalah bulan penuh keberkahan, di mana umat Islam menjalankan ibadah puasa bukan sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari berbagai godaan syahwat. Namun, dalam kehidupan rumah tangga, tak jarang muncul pertanyaan seputar batasan hubungan suami istri selama berpuasa. Salah satu yang sering ditanyakan adalah: Apakah menyentuh kemaluan istri saat puasa dapat membatalkan puasa?

Di tengah gaya hidup modern yang semakin terbuka dalam membahas aspek-aspek kehidupan suami istri, memahami hukum fiqih tentang batasan interaksi fisik selama puasa menjadi sangat penting. Dalam artikel ini, kita akan mengupas secara ilmiah dan berdasar referensi kitab klasik mengenai hukum menyentuh kemaluan istri saat berpuasa.

Hukum Menyentuh Kemaluan Istri Saat Puasa

Secara umum, para ulama sepakat bahwa menyentuh kemaluan istri saat berpuasa tidak membatalkan puasa. Namun, hal ini makruh, karena bertentangan dengan hikmah puasa yang menuntut seseorang menahan diri dari syahwat, meskipun syahwat tersebut tidak sampai membatalkan puasanya.

Dalam kitab Fiqhul Islam Wa Adillatuhu karya Syekh Wahbah Az-Zuhaily disebutkan:

ويسن له ترك الشهوات المباحة التى لاتبطل الصوم من التلذذ بمسموع ومبصر وملموس ومشموم كشم ريحان ولمسه والنظر اليه لما فى ذلك من الترفه الذى لا ينسب حكمة الصوم ويكره له ذلك كله كدخول الحمام (كتاب الفقه الإسلامي وأدلته للزحيلي، ج. ٣ ص. ١٦٨٧)

Artinya: “Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk meninggalkan syahwat yang diperbolehkan dan tidak membatalkan puasa, seperti terlalu menikmati sesuatu yang didengar, dilihat, disentuh, atau dicium. Misalnya, mencium bunga, menyentuhnya, atau melihatnya, karena hal itu termasuk kenikmatan yang tidak sesuai dengan hikmah puasa. Oleh sebab itu, hukumnya menjadi makruh. Demikian juga hal-hal serupa lainnya, seperti masuk ke pemandian.” (Wahbah Az-Zuhaily, Fiqhul Islam Wa Adillatuhu, Juz III, hal. 1687)

Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa menyentuh kemaluan istri, meskipun tidak membatalkan puasa, tetap makruh karena bisa memicu syahwat yang bertentangan dengan tujuan utama puasa.

Mengapa Hukumnya Makruh?

  1. Puasa adalah Ibadah yang Melatih Pengendalian Diri

Hikmah utama puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan dahaga, tetapi juga menahan diri dari hal-hal yang dapat merusak esensi ibadah itu sendiri. Jika seorang suami menyentuh kemaluan istri dengan dorongan syahwat, maka dikhawatirkan ia bisa tergoda untuk melakukan hal yang lebih jauh, seperti berhubungan suami istri yang jelas-jelas membatalkan puasa.

  1. Menjaga Kesucian dan Spiritualitas Ramadan

Ramadan adalah bulan di mana umat Islam dianjurkan untuk meningkatkan ketakwaan, memperbanyak ibadah, dan menjauhi hal-hal yang berpotensi melemahkan spiritualitas. Menyentuh kemaluan istri bisa menjadi pintu menuju syahwat yang berlebihan, yang pada akhirnya mengurangi kesempurnaan ibadah puasa.

  1. Mencegah Terjerumus ke dalam Hal yang Haram

Islam sangat memperhatikan prinsip sadd adz-dzari’ah (menutup celah menuju perbuatan yang dilarang). Jika suatu perbuatan dapat membuka jalan menuju sesuatu yang diharamkan, maka perbuatan tersebut sebaiknya dihindari. Meskipun menyentuh kemaluan istri tidak haram dalam keadaan biasa, melakukannya saat berpuasa berisiko mendorong seseorang melanggar larangan syariat.

Batasan Interaksi Suami Istri Saat Puasa

Islam tetap memberikan ruang bagi suami istri untuk berkasih sayang selama Ramadan, namun dengan batasan yang jelas. Rosululloh SAW sendiri mencium istrinya saat berpuasa, sebagaimana disebutkan dalam hadits:

عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ ﷺ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ، وَلَكِنَّهُ كَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ

Artinya: “Dari Sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata, ‘Nabi SAW mencium (istrinya) dalam keadaan beliau berpuasa dan mencium istrinya dalam keadaan berpuasa, tetapi beliau adalah orang yang paling kuat mengendalikan syahwatnya diantara kalian.'” (HR. Imam Bukhari dan Muslim)

Hadits ini menunjukkan bahwa cumbu rayu dalam batas tertentu tidak membatalkan puasa, tetapi hanya dianjurkan bagi mereka yang mampu mengendalikan diri. Jika seseorang khawatir tidak bisa menahan syahwatnya, maka sebaiknya menjauhi hal tersebut.

Kesimpulan

  1. Menyentuh kemaluan istri saat puasa tidak membatalkan puasa, tetapi hukumnya makruh.
  2. Makruh karena bertentangan dengan hikmah puasa, yaitu menahan syahwat dan menjaga kesucian ibadah.
  3. Jika dikhawatirkan menimbulkan syahwat yang berlebihan atau berujung pada hubungan suami istri, maka lebih baik dihindari.
  4. Suami istri boleh berkasih sayang selama Ramadan, tetapi harus dalam batas yang tidak mengganggu kekhusyukan puasa.

Dalam menjalankan ibadah puasa, penting bagi kita untuk tidak hanya memahami aspek hukumnya, tetapi juga memahami hikmah dan nilai spiritual di baliknya. Ramadan adalah momen untuk meningkatkan ketakwaan dan mendekatkan diri kepada Alloh SWT. Oleh karena itu, menjaga kesucian ibadah dengan menahan diri dari hal-hal yang dapat mengurangi nilai puasa adalah tindakan yang lebih utama.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.