darulmaarif.net – Indramayu, 03 Juli 2024 | 19.00 WIB
Sebagian pasangan suami istri biasanya sering melupakan suatu kebiasaan yang merupakan sunnah bagi ummat Islam, yakni mandi bersama suami atau istri nya.
Tidak hanya dihukumi sunnah, mandi bersama pasangan juga memberikan banyak manfaat di antaranya membantu dalam menambah kasih sayang antara suami istri dan menghidupkan rumah tangga yang semakin romantis.
Dalam beberapa catatan hadits, Nabi Muhammad Saw pernah menyampaikan bahwa suami istri yang mandi bersama, akan dicatat sebagai pahala.
Pahala bagi suami istri mandi bersama itu merujuk pada teks hadits yang diriwayat Sayyidah ‘Aisyah Rodliallohu ‘anhu. Isi hadis tersebut sebagai berikut:
كُنْتُ أَغْتَسِلُ أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ كِلاَنَا جُنُبٌ، وَكَانَ يَأْمُرُنِي، فَأَتَّزِرُ، فَيُبَاشِرُنِي وَأَنَا حَائِضٌ، وَكَانَ يُخْرِجُ رَأْسَهُ إِلَيَّ وَهُوَ مُعْتَكِفٌ فَأَغْسِلُهُ وَأَنَا حَائِضٌ. [صحيح] – [متفق عليه]
Artinya: “Aku pernah mandi bersama Nabi Saw dari satu bejana. Saat itu kami berdua sedang junub. Beliau pernah menyuruhku (memakai kain) lalu aku pun memakainya, lalu beliau mencumbuiku padahal aku sedang haidl. Beliau juga pernah menjulurkan kepalanya kepadaku saat beliau i’tikaf, lalu aku membasuh kepalanya dan saat itu aku sedang haidl.” (Hadis sahih – Muttafaqun ‘alaih)
Terlepas dari makna hadits di atas, kalau secara fiqih memang tidak ada khilaf bahwa suami dan istri boleh mandi bareng dalam/dari satu bejana, satu ruangan dan tanpa menutup aurot sekalipun. Meskipun boleh, kamar mandi itu tempat setan bersarang, sebaiknya cepat-cepat selesaikan mandinya jangan sampai mengundang hasrat dan berjima’ di kamar mandi, karena itu makruh, bahaya kalau sampai dipengaruhi jin.
Di keterangan lain, bahwa dalam keadaan berpuasa Nabi Saw juga melakukan mandi bareng dan mencium?! Apakah hadist ini benar?! tentu haditsnya benar, karena memang ada riwayat dari Zainab binti Abi Salamah, berkata kepadanya Ummu Salamah :
حضت وأنا مع النبي صلى الله عليه وسلم في الخميلة فانسللت فخرجت منها فأخذت ثياب حيضتي فلبستها ، فقال لي رسول الله صلى الله عليه وسلم : أنفستِ ؟ قلت : نعم ، فدعاني فأدخلني معه في الخميلة . قالت : وحدثتني أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقبلها وهو صائم ، وكنت أغتسل أنا والنبي صلى الله عليه وسلم من إناء واحد من الجنابة (رواه البخاري، رقم 316 ومسلم، رقم 296)
Artinya: “Saat aku berada dalam satu selimut bersama Rosululloh Saw, aku mengeluarkan darah haidl, kemudian pelan-pelan aku keluar dari selimut untuk mengambil pakaian (khusus haidl) dan mengenakannya. Maka Rosululloh Saw bersabda kepadaku, “Apakah kamu sedang haidl?” Aku menjawab, “Ya.” Lalu beliau memanggilku dan mengajakku masuk ke dalam selimut.” Ummu Salamah juga menyampaikan kepadaku bahwa Nabi Saw menciumnya saat beliau sedang puasa, dan aku pernah mandi junub bersamanya dari satu wadah.” (HR. Imam Bukhori)
Ummu Salamah menceritakan hal yang sama :
وَكُنْتُ أَغْتَسِلُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إِنَاءٍ وَاحِدٍ قَالَتْ وَكَانَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ
Artinya: “Aku (Ummu Salamah) pernah mandi bersama Rosululloh Saw. Beliau menciumku. Waktu itu beliau sedang dalam keadaan berpuasa.”
Dalam kitab Mausuah Fiqhiyyah, mengutip Syarah Shohih Muslim lin Nawawi disitu disebutkan:
مِمَّا لاَ خِلاَفَ فِيهِ أَيْضًا: أَنَّ لِكُل واحد مِنَ الزَّوْجَيْنِ أَنْ يَغْتَسِل بِحُضُورِ الآْخَرِ، وَهُوَ بَادِي الْعَوْرَةِ (1) . لِلْحَدِيثِ الْمُتَقَدِّمِ: احْفَظْ عَوْرَتَكَ إِلاَّ مِنْ زَوْجَتِكَ، أَوْ مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ. وَلِحَدِيثِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: كُنْتُ أَغْتَسِل أَنَا وَالنَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ إناء وَاحِدٍ مِنْ قَدَحٍ، يُقَال لَهُ: الْفَرَقُ، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Artinya: Di antara perkara yang tidak terjadi perselisihan ulama adalah kebolehan antara suami dan istri untuk mandi di hadapan pasangan masing-masing, meskipun menampakkan aurat. Ini berdasarkan hadis sebelumnya: Jagalah auratmu kecuali dari istrimu atau budakmu. Juga berdasarkan hadis Aisyah, dia berkata: Aku pernah mandi bersama Nabi Saw dari satu ember terbuat dari tembikar yang bernama Al-Faraq.
Namun ada beberapa kemungkinan makna dari hadis di atas:
Pertama, yang dilakukan bukan mandi bersama seperti umumnya, tapi mandi dengan memakai air dari dalam satu wadah tapi bergantian, salah satu mandi dengan menggunakan air di dalam wadah bekas yang digunakan mandi sebelumnya, karena ada kalimatnya من إناء (dari satu wadah), bukan في إناء (dalam satu wadah), ini juga bisa menunjukkan maksudnya Nabi dan Istrinya bukan mandi berendam bersama dalam satu bejana seperti di Bathtube misalnya.
Kedua, yang dilakukan memang mandi bersamaan dalam satu ruang dengan masing-masing mengambil air dari dalam satu wadah yang sama karena ada lafadz مَعَ رَسُولِ اللَّهِ lafadz مَعَ biasa digunakan untuk mengungkapkan kebersamaan waktu dan tempat
Ketiga, Nabi mencium istrinya saat berpuasa, karena Nabi adalah orang yang paling bisa mengekang hawa nafsunya, sehingga tidak berbahaya bagi puasanya, berbeda dengan kita.
Dengan demikian, meski suami istri mandi bareng dan hukumnya disunnahkan, tetap saja kita harus menjaga etika saat mandi bareng. Terutama hindari melakukan jima’ di kamar mandi karena dianggap kurang etis dan kamar mandi juga merupakan temat yang kotor dan sarang najis.
Pertanyaannya: apakah Ayah Bunda juga pernah mandi bareng dan bermesraan di kamar mandi sama pasangan? Cieee.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.