Hukum Anak Berbakti Pada Orangtua yang Non Muslim

darulmaarif.net – Indramayu, 25 Januari 2024 | 10.00 WIB

Hubungan sosial merupakan pembentuk utama dalam pergaulan bermasyarakat. Hubungan sosial dapat dipahami sebagai hubungan seseorang dengan orang lain yang berada diluar dirinya sendiri, termasuk dalam hal ini hubungan anak dan orangtua. Tapi, bagaimana hukum Islam memandang hubungan sosial anak yang berstatus agama Islam dengan orangtua yang Non Muslim? Apakah seorang anak tetap diwajibkan untuk berbakti kepada orangtua nya, meskipun kedua orangtua nya Non Muslim?

Dalam Islam, berbakti kepada orangtua merupakan kewajiban yang sangat ditekankan. Ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Rosululloh Saw dengan jelas menyampaikan pentingnya berbakti kepada orangtua, tanpa memandang agama mereka.

Dalam surat Luqman Ayat 14-15, Alloh Swt berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ ١٤ وَاِنۡ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنۡ تُشۡرِكَ بِىۡ مَا لَيۡسَ لَكَ بِهٖ عِلۡمٌ ۙ فَلَا تُطِعۡهُمَا​ وَصَاحِبۡهُمَا فِى الدُّنۡيَا مَعۡرُوۡفًا​ وَّاتَّبِعۡ سَبِيۡلَ مَنۡ اَنَابَ اِلَىَّ ​ۚ ثُمَّ اِلَىَّ مَرۡجِعُكُمۡ فَاُنَبِّئُكُمۡ بِمَا كُنۡتُمۡ تَعۡمَلُوۡنَ‏ ١٥

Artinya: “Dan Kami wasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (Q.S. Luqman Ayat 14-15)

Dalam ayat tersebut, secara substansi seorang anak tetap diwajibkan untuk berbakti kepada kedua orangtua nya, sekalipun mereka Non Muslim. Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan, maksud wasiat disitu merupakan perintah untuk berbakti kepada kedua orangtua nya,

«ووصينا الإنسان بوالديه» أمرناه أن يبرهما «حملته أمُه» فْوهنت «وهنا على وهنٍ» أي ضعفت للحمل وضعفت للطلق وضعفت للولادة «وفصاله» أي فطامه «في عامين» وقلنا له «أنِ اشكر لي ولوالديك إلىَّ المصير» أي المرجع

Artinya: “(Dan Kami wasiatkan kepada manusia terhadap kedua orang ibu bapaknya) maksudnya Kami perintahkan manusia untuk berbakti kepada kedua orang ibu bapaknya (ibunya telah mengandungnya) dengan susah payah (dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah) ia lemah karena mengandung, lemah sewaktu mengeluarkan bayinya, dan lemah sewaktu mengurus anaknya di kala bayi (dan menyapihnya) tidak menyusuinya lagi (dalam dua tahun. Hendaknya) Kami katakan kepadanya (bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada Akulah kembalimu) yakni kamu akan kembali. (Jalaluddin Mahalli, [Tafsir Jalalain, Haromain: 2007], hal.101)

Memiliki orang tua yang berbeda agama bukan berarti harus putus hubungan silaturahmi. Dalam hadis sahih riwayat Muttafaqun ‘Alaih dari Asma RA. berkata, “Aku datang ke ibu saat dia kafir pada masa Rosululloh Saw. Aku lalu bertanya pada Nabi, “Aku datang pada ibuku karena dia rindu, apakah boleh aku silaturrahim?” Nabi menjawab: ‘Iya, tetaplah berhubungan dengan ibumu.”

Hadits ini selaras dengan firman Alloh dalam QS Luqman ayat 14-15 yang tertera diatas. Makna eksplisit dari ayat ini adalah dua prinsip terkait hubungan seorang muslim dengan orangtua Non Muslim, yaitu: pertama, wajibnya berbakti kepada orangtua walaupun ia Non Muslim; kedua, haram taat pada orangtua dalam masalah dosa dan maksiat. Dalam Kitab Al-Mausu’ah Fiqhiyyah:

الْبِرُّ بِالْوَالِدَيْنِ فَرْضُ عَيْنٍ كَمَا سَبَقَ بَيَانُهُ، وَلاَ يَخْتَصُّ بِكَوْنِهِمَا مُسْلِمَيْنِ، بَل حَتَّى لَوْ كَانَا كَافِرَيْنِ يَجِبُ بِرُّهُمَا وَالإِْحْسَانُ إِلَيْهِمَا مَا لَمْ يَأْمُرَا ابْنَهُمَا بِشِرْكٍ أَوِ ارْتِكَابِ مَعْصِيَةٍ. قَال تَعَالَى: {لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ}

Artinya: “Birrul walidain (Berbakti Kepada Kedua Orangtua) hukumnya fardhu ain sebagaimana penjelasan sebelumnya, dan tidak khusus kedua orang tuanya muslim tetapi walaupun keduanya kafir juga wajib biruul walidain selama tidak memerintahkan kepada kemusyrikan atau melakukan kemaksiyatan. Alloh ta’ala berfirman : “Alloh tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Alloh menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah : 8).

Kemudian dal Kitab Al-Fawakihud Dawani (8/126), termasuk fardlu ‘ain bagi orang islam yang sudah mukallaf adalah birrul walidain,

( ومن الفرائض ) العينية على كل مكلف ( بر الوالدين ) أي الإحسان إليهما ( ولو كانا فاسقين ) بغير الشرك بل ( وإن كانا مشركين ) للآيات الدالة على العموم ، والحقوق لا تسقط بالفسق ولا بالمخالفة في الدين ، فيجب على الولد المسلم أن يوصل أباه الكافر إلى كنيسته إن طلب منه ذلك وعجز عن الوصول بنفسه لنحو عمى كما قاله ابن قاسم ، كما يجب عليه أن يدفع لهما ما ينفقانه في أعيادهما لا ما يصرفانه في نحو الكنيسة أو يدفعانه للقسيس .

Artinya: “Termasuk fardhu ain atas mukallaf adalah birrul walidain, walaupun keduanya fasik maupun musyrik karena adanya ayat yang menunjukkan atas keumumannya. Dan hak-hak tidak bisa gugur sebab kefasikan, tidak pula sebab menyelisihi agama. Jadi wajib bagi anak yang islam mengantarkan orang tuanya yang kafir sampai ke gereja jika orang tuanya memerintahkannya sebab kesulitan untuk sampai kesana dengan dirinya sendiri misalnya karena buta sebagaimana penjelasan Ibnu qosim. Dan sebagaimana wajib bagi anak yang muslim memberikan kepada kedua orang tuanya, apa yang di nafkahkan untuk keduanya dalam hari raya, tidak wajib memberikan harta yang digunakan oleh orang tuanya untuk gereja atau untuk diberikan kepada pendeta.” (Kitab Al-Fawakihud Dawani 8/126)

Perbedaan agama antara anak dan orang tua hendaknya tidak menjadi penghalang untuk silaturahmi dan berbakti pada mereka, selagi hal tersebut tidak berupa dosa dan maksiat dan tidak bertentang dengan syariat Islam. Apalagi, jika kedua orangtua nya beragama Islam.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.