darulmaarif.net – Indramayu, 10 Oktober 2023 | 10.00 WIB
Seorang guru agama di Sumbawa Barat baru-baru ini viral di media sosial. Pasalnya, guru agama dipolisikan salah satu orangtua murid. Hal ini lantaran salah satu orangtua murid tak terima anaknya dihukum seorang guru agama.
Bernama lengkap Akbar Sarosa, ia merupakan guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Akhbar mengajar di SMK 1 Negeri Taliwang, Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat.
Kronologi kejadian tersebut bermula dari setelah ia menghukum anak didiknya karena tidak mau melaksanakan sholat berjamaah. Pasalnya, anak tersebut mangkir dari ajakan sholat berjamaah di sekolah. Sehingga beberapa anak murid tersebut dihukum Akbar.
Namun salah satu orangtua murid tersebut ada yang tidak terima anaknya dihukum, sehingga melaporkan Akbar Sarosa ke polisi.
Melihat dari kejadian tersebut, tentu saja kita mirip melihat kondisi pendidikan saat ini, terutama pendidikan guru Agama. Mereka mengajarkan anak-anak kita menegakkan sholat, justru dilaporkan polisi.
Lalu, bagaimana sebenarnya pandangan Islam dalam menyikapi persoalan guru yang menghulim murid?
Islam sebagai agama yang mengajarkan kasih sayang tentu tidak mentolerir segala bentuk tindak kekerasan seperti memukul saat menghukum murid. Namun menghukum dengan menggunakan pukulan tidak serta-merta dilarang secara mutlak oleh syara’ melainkan ada beberapa keadaan dimana seorang guru diperbolehkan memukul saat melaksanakan hukuman dengan beberapa batasan-batasan (hudud) yang harus dipenuhi.
Dalam kitab al-Mausu’ah fiqhiyah Kuwaitiyah Jilid 13 halaman 13 dijelaskan sebagai berikut:
الضَّرْبُ لِلتَّعْلِيمِ : لِلْمُعَلِّمِ ضَرْبُ الصَّبِيِّ الَّذِي يَتَعَلَّمُ عِنْدَهُ لِلتَّأْدِيبِ . وَبِتَتَبُّعِ عِبَارَاتِ الْفُقَهَاءِ يَتَبَيَّنُ أَنَّهُمْ يُقَيِّدُونَ حَقَّ الْمُعَلِّمِ فِي ضَرْبِ الصَّبِيِّ الْمُتَعَلِّمِ بِقُيُودٍ مِنْهَا أَنْ يَكُونَ الضَّرْبُ مُعْتَادًا لِلتَّعْلِيمِ كَمًّا وَكَيْفًا وَمَحَلًّا، يَعْلَمُ الْمُعَلَّمُ الأَمْنَ مِنْهُ، وَيَكُونُ ضَرْبُهُ بِالْيَدِ لاَ بِالْعَصَا، وَلَيْسَ لَهُ أَنْ يُجَاوِزَ الثَّلاَثَ،
Artinya: “Bab memukul untuk mendidik. Bagi guru diperbolehkan memukul muridnya yang belajar kepadanya untuk mengajarkan tatakrama. Melihat runtutan beberapa pendapat ulama, jelas bahwa para ulama membatasi pemukulan ini dengan beberapa batasan, diantaranya pukulan tersebut adalah pukulan biasa dan guru sudah tahu bahwa pukulan tersebut aman, dan pukulan tersebut menggunakan tangan tidak boleh menggunakan cambuk dan tidak boleh lebih dari 3 kali.”
غَيْرُ مُتَعَارَفٍ، وَإِنَّمَا الضَّرْبُ عِنْدَ سُوءِ الأْدَبِ، فَلاَ يَكُونُ ذَلِكَ مِنَ التَّعْلِيمِ فِي شَيْءٍ، وَتَسْلِيمُ الْوَلِيِّ صَبِيَّهُ إِلَى الْمُعَلِّمِ لِتَعْلِيمِهِ لاَ يُثْبِتُ الإِْذْنَ فِي الضَّرْبِ، فَلِهَذَا لَيْسَ لَهُ الضَّرْبُ، إِلاَّ أَنْ يَأْذَنَ لَهُ فِيهِ نَصًّا.
Artinya: “Hukuman memukul sudah mendapat izin dari wali murid, karena pemukulan ketika pembelajaran tidaklah biasa, karena biasanya pemukulan tersebut ada ketika jeleknya adab murid, yang seperti ini bukanlah termasuk ta’lim. memasrahkannya wali murid saja untuk dididik bukan merupakan perizinan untuk memukul. Maka jika hanya memasrahkan saja, guru tidak boleh memukul murid kecuali jika sudah ada izin yang jelas.”
أَنْ يَكُونَ الصَّبِيُّ يَعْقِل التَّأْدِيبَ، فَلَيْسَ لِلْمُعَلِّمِ ضَرْبُ مَنْ لاَ يَعْقِل التَّأْدِيبَ مِنَ الصِّبْيَانِ
Artinya: (Syarat selanjutnya) murid yang akan dipukul harus paham dengan tujuan pemukulan yaitu untuk mendidik, jika muridnya masih terlalu kecil dan dia tidak paham dengan tujuan pemukulan maka tidak boleh dipukul.
Masih tetap dari kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah jilid 45 halaman 171 secara gamblang dijelaskan pemukulan itu boleh dilakukan dengan syarat tidak menyakitkan dan tidak melukai dan hendaknya menghindari anggota badan tertentu.
كذلك يشترط في الضرب ان يغلب علي الظن تحقيقه للمصلحة المرجوة منه وان يكون غير مبرح ولا شاق وان يتوقي فيه الوجه والمواضع المهلكة.
Artinya: “Begitu juga, disyaratkan saat memukul, dia punya keyakinan kuat jika pukulan itu bisa membawa kebaikan yang diharapkan, dan pukulan itu tidak menyakiti dan melukai, dan juga menjaga untuk tidak memukul wajah dan tempat-tempat yang rawan rusak.”
Selain pemukulan yang dilakukan guru kepada murid, juga diperbolehkan pukulan seorang ayah terhadap anaknya, dan seorang suami terhadap istrinya yang membangkang. Namun juga ada batasan-batasan yang harus dipenuhi saat melakukan pemukulan tersebut.
قال الماوردي : يجوز لمعلم الصبيان أن يؤدبهم بالضرب استصلاحا لهم وهكذا الأب في ولده ، والزوج عند نشوز امرأته
Artinya: Imam Al-Mawardi berkata, Boleh bagi guru mengajari tata krama muridnya demgan memukul untuk kebaikannya, begitu juga ayah terhadap anaknya, suami terhadap istrinya yang nusyuz (membangkang).
Kesimpulannya, jika melihat kasus yang dialami oleh Akbar Sarosa yang menghukum murid karena tidak mau sholat jama’ah, sebaiknya orangtua kroscek dulu hukuman yang diterima anaknya seperti apa? Apakah melukai bahkan membuat cidera fatal anggota tubuhnya atau tidak? Jika hanya hukuman ringan yang masih bisa ditoleransi oleh syara’ sesuai dengan aturan dan batasan dalam menghukum murid, jelas-jelas orangtua murid telah salah melaporkan Akbar Sarosa ke kepolisian setempat.
Alangkah lebih bijak jika orangtua murid menyikapi persoalan tersebut dengan kepala dingin dan masih bersifat kekeluargaan.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.