darulmaarif.net – Indramayu, 18 September 2023 | 10.00 WIB
Perayaan Maulid Nabi digelar sebagai wujud penghormatan dan rasa cinta kita kepada baginda Nabi Muhammad Saw. Tradisi peringatan maulid Nabi dilakukan masyrakat muslim Indonesia tiap datangnya bulan Rabi’ul Awwal.
Secara bahasa, maulud adalah waktu kelahiran. Secara istilah Maulid diartikan sebagai: Perayaan sebagai rasa syukur dan gembira atas kelahiran baginda Rosululloh Muhammad Saw yang biasanya dilakukan pada bulan Rabi’ul Awwal atau Mulud (Jawa).
Dalil-dalil Perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw
Walaupun dalam kenyataannya tata cara perayaan Maulid Nabi SAW berbeda-beda, Namun esensi dari peringatan Maulid Itu sama yaitu Marasa gembira dan bersyukur atas kelahiran Rosululloh Saw yang mana kelahiran Rosululloh Saw adalah sebuah anugerah Alloh kepada kita yang harus disyukuri, sebagaimana firman Alloh Swt:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَالِكَ فَلْيَفْرَحُوْا(يونس:١٥٨)
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), sebab anugerah dan rahmat Alloh (kepada kalian), maka bergembiralah mereka”. (QS.Yunus:58).
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dikatakan bahwa Rosululloh Saw mensyukuri hari kelahirannya dengan berpuasa. Dalam sebuah hadis diriwayatkan:
عَنْ أَبِي قَتَادَتَ اْلاَنْصَارِيِّ اَنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَنْ صَوْمِ الْاِثْنَيْنِ فَقَالَ فِيْهِ ولُدِتْ ُوَفِيْهِ أُنْزِلَ عَلَيَّ(رواه مسلم، ١٩٧٧)
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Qotadah al-Anshari Rodliyallohu ‘anhu, bahwa Rosululloh pernah ditanya tentang puasa senin, maka beliau menjawab: “Pada hari itulah aku dilahirkan dan wahyu diturunkan kepadaku”. (HR.Muslim:1977).
Dalil Kedua,
وَقَالَ اْلاُسْتَاذُ اْلاِمَامُ الْحَافِظُ اْلمُسْنَدُ الذُّكْتُوْرُ اْلحَبِيْبُ عَبْدُ اللهِ بْنِ عَبْدِ اْلقَادِرِ بَافَقِيْهِ بِأَنَّ قَوْلَهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلِقيَامَةِ مَارَوَاهَ ابْنُ عَسَاكِرَ فِى التَّاريْخِ فِى الْجُزْءِ اْلاَوَّلِ صَحِيْفَةُ سِتَّيْنِ وَقَالَ الذَّهَبِى صَحِيْحٌ اِسْنَادُهُ.
Artinya: “Ustadz Imam al-Hafidz al-Musnid DR. Habib Abdulloh Bafaqih mengatakan bahwa hadis “man ‘adzhoma maulidy kuntu syafi’an lahu yaumal-qiyamati” seperti diriwayatkan Ibnu ‘Asakir dalam Kitab Tarikh, juz 1,hlm 60, menurut Imam Dzaraby sahih sanadnya.
Dalil ketiga, dalam kitab Madarijis Su’ud Syarah al-Barzanji, hlm 15:
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ.
Artinya: “Rosululloh bersabda: Siapa menghormati hari kelahiranku, tentu aku akan memberikan syafa’at kepadanya dihari Kiamat.
Dalil keempat, masih dalam kitab Madarijis Su’ud, hlm.16:
وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَنْ عَظَمَ مَوْلِدِ النَّبِي صَلًّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَدْ اَحْيَا الْاِسْلَامَ.
Artinya: “Umar mengatakan: siapa menghormati hari lahir Rosululloh sama artinya menghidupkan Islam.
Sekitar lima abad yang lalu Imam Jalaluddin al-Shuyuthi (849-910 H/1445-1505 M) pernah menjawb polemik tentang perayaan Maulid Nabi SAW. Di dalam al-Hawi lil-Fatawi beliau menjelaskan: “Ada sebuah pertanyaan tentang perayaan Maulid Nabi Saw pada bulan Rabi’ul Awal, bagaimana hukumnya menurut syara’? Apakah terpuji ataukah tercela? Dan apakah orang yang melakukannya diberi pahala ataukah tidak? Beliau menjawab, “Jawabannya menurut saya bahwa semula perayaan Maulid Nabi Saw, yaitu manusia berkumpul, membaca al- Qur’an dan kisah-kisah teladan Nabi Saw sejak kelahirannya sampai perjalanan kehidupannya. Kemudian menghidangkan makanan yang dinikmati bersama, setalah itu mereka pulang. Hanya itu yang dilakukan,tidak lebih. Semua itu termasuk Bid’ah hasanah. Orang yang melakukannya diberi pahala karena mengagungkan derajat Nabi Saw, manampakkan suka cita dan kegembiraan atas kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang mulia”. (Al-Hawi lil-Fatawi,juz1,hal.251-252).
Bahkan hal ini juga diakui oleh Imam Ibnu Taimiyyah, sebagaimana dikutip oleh Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki Al-Hasani: “Ibnu Taimiyyah berkata, ‘Orang-orang yang melaksanakan perayaan Maulid Nabi Saw, akan diberi pahala. Demikian pula yang dilakukan oleh sebagian orang, adakalanya bertujuan meniru kalangan Nasrani yang memperingati kelahiran Isa ‘Alaihissalam,dan ada kalanya juga dilakukan sebagai ekspresi rasa cinta dan penghormatan kepada Nabi Saw. Alloh Swt akan memberi pahala kepada mereka atas kecintaan mereka kepada Nabi mereka, bukan dosa atas bid’ah yang mereka lakukan”. (Manhaj as-Salaf fi Fahmin Nushush Bainan Nadzoriyyah wat-Tathbiq, hal 399).
Selama ini Imam Ibnu Taimiyah dijadikan panutan bagi kelompok-kelompok yang mengingkari, bahkan mengatakan bahwa tradisi dan Amaliah-amaliah Nahdlatul Ulama bid’ah.
Sebagai kesimpulan atas perayaan Maulid Nabi, Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani mengatakan:
وَالْحَاصِلُ اَنّ الْاِجْتِمَاعَ لِاَجْلِ الْمَوْلِدِ النَّبَوِيِّ اَمْرٌ عَادِيٌّ وَلَكِنَّهُ مِنَ الْعَادَاتِ الْخَيْرَةِ الصَّالِحَةِ الَّتِي تَشْتَمِلُ عَلَي مَنَافِعَ كَثِيْرَةٍ وَفَوَائِدَ تَعُوْدُ عَلَي النَّاسِ بِفَضْلٍ وَفِيْرٍ لِاَنَّهَا مَطْلُوْبَةٌ شَرْعًا بِاَفْرِادِهَا.
Artinya: “Bahwa sesungguhnya mengadakan Maulid Nabi Saw merupakan suatu tradisi dari tradisi-tradisi yang baik, yang mengandung banyak manfaat dan faidah yang kembali kepada manusia, sebab adanya karunia yang besar. Oleh karena itu dianjurkan dalam syara’ dengan serangkaian pelaksanaannya”. (Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki, Mafahim Yajibu An-Tushahha, halaman: 340)
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.