Poligami: Solusi Dalam Islam Atau Sekadar Pemuas Nafsu Birahi?

darulmaarif.net – Indramayu, 16 Februari 2023 | 19.00 WIB

Poligami merupakan salah satu persoalan yang cukup pelik namun menarik untuk tetap dibicarakan dan didiskusikan kembali sampai kapanpun. Pasalnya, praktik poligami marak terjadi di tengah masyarakat dengan dalih ajaran agama: “bahwa Islam sangat menganjurkan hal ihwal poligami dengan slogan mengikuti Sunnah Nabi. Bahkan, poligami sering dijadikan sebagai tren Islam Hijrah masa kini.”

Bahkan, pada tahun 2021-2022 tren poligami sempat geger dan viral dengan webinar berbayar yang dilakukan coaching poligami KH. Hafidin (praktisi poligami 4 istri 25 anak). Ia mencetuskan sebuah webinar berjudul “45 Hari Sukses Poligami”. Herannya, banyak pengikut yang berminat mengikuti webinar tersebut. Konon katanya, webinar poligami dicetuskan ia sebagai problem solving atas permasalahan rumah tangga yang kerap terjadi. Apakah benar solusi masalah rumah tangga adalah demikian? Atau justru poligami malah menambah permasalahan yang ada?

Mereka yang gencar menjadikan poligami sebagai tendensi anjuran Nabi dalam praktiknya seringkali mengutip ayat Al-Qur’an itu sendiri. Misalnya, Al-Qur’an Surat An-Nisa’ ayat 3:

وَإِنْ خِفْتُمْ ألَّا تُقْسِطُوا فىِ الْيَتَامَى فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُم أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلَّا تَعُولُوا

Artinya: “Jika kamu (para pengasuh anak-anak yatim) khawatir tidak bisa bertindak adil (manakala kamu ingin mengawini mereka), maka nikahilah perempuan-perempuan yang kamu senangi dari perempuan-perempuan (lain) sebanyak: dua, tiga, atau empat. Lalu jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”. (Q.s An-Nisa Ayat 3)

Lantas, bagaimana semestinya duduk perkara dalam poligami yang benar dalam Islam? Apa hukumnya dan kapan ketentuan dibolehkannya praktik poligami yang sesuai syari’at Islam?

Hukum Asal Poligami

Dalam kitab Fiqhul Manhaji Juz IV halaman 35 karya Syekh DR. Musthofa Al-Bugho, Syekh DR. Musthofa Al-Khon, dan Syekh DR. ‘Ali As-Sarbajy menjelaskan ketentuan hukum poligami sebagai berikut:

1حكم تعد الزوجات: تعدد الزوجات مباح في أصله، قال تعالى: {وإن خفتم ألا تقسطوا في اليتامى فانكحوا ما طاب لكم من النساء مثنى وثلاث ورباع} [النساء: 3].

ومعنى الآية: إن خفتم إذا نكحتم اليتيمات أن لا تعدلوا في معاملتهن، فقد أبيح لكم أن تنكحوا غيرهن، مثنى وثلاث ورباع.
ولكن قد يطرأ على التعدد ما يجعله مندوبا، أو مكروها، أو محرما، وذلك تبعا لاعتبارات وأحوال تتعلق بالشخص الذي يريد تعدد الزوجات:
أـ فإذا كان الرجل بحاجة لزوجة أخرى: كأن كان لا تعفه زوجة واحدة، أو كانت زوجته الأولى مريضة، أو عقيما، وهو يرغب بالولد، وغلب على ظنه أن يقدر على العدل بينهما، كان هذا التعدد مندوبا، لأن فيه مصلحة مشروعة، وقد تزوج كثير من الصحابة رضي الله عنهم بأكثر من زوجة واحدة.

ب ـ إذا كان التعدد لغير حاجة، وإنما لزيادة التنعم والترفيه، وشك في قدرته على إقامة العدل بين زوجاته، فإن هذا التعدد يكون مكروها، لأنه لغير حاجة، ولأنه ربما لحق بسببه ضرر في الزوجات من عدم قدرته على العدل بينهن.

Artinya: “Pada dasarnya hukum poligami adalah mubah, sebagaimana firman Alloh Swt dalam surat An-Nisa’ ayat 3: “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (Q.s An-Nisa ayat 3)
 
Meskipun pada dasarnya mubah, poligami hukumnya juga bisa berubah menjadi sunnah atau makruh bahkan bisa juga menjadi haram, hal ini berdasarkan keadaan seseorang yang akan melakukan poligami.
 
Jika seorang lelaki membutuhkan istri yang lain, misalnya sebab sang istri sakit-sakitan, atau istrinya mandul padahal lelaki itu ingin punya anak serta dia merasa mampu untuk berbuat adil kepada istri-istrinya, maka praktik poligami hukumnya sunnah baginya;
 
Sedangkan jika tujuan poligami nya bukan karena butuh, akan tetapi sekadar demi meraih kenikmatan dan bersenang-senang serta masih diragukan tentang adil dan tidaknya terhadap para istri, maka hukum poligami baginya adalah makruh.”
(Fiqhul Manhaji Juz IV halaman 35)
 
Ketentuan Bolehnya Poligami

Syarat seorang suami boleh menjalani poligami adalah harus adil dan mampu memberikan nafkah hidup (lahir dan batin), diluar ketentuan itu tidak terdapat persyaratan lain (termasuk harus minta izin pada istri), namun orang berakal adalah mereka yang mampu menguasai hal sebelum tertimpa masalah, karenanya berfikirlah sebelum bertindak.

Dalam kitab Fiqhul Islam Wa Adillatuhu karya ‘Allamah Syekh DR. Wahbah Az-Zuhaily, dibolehkannya praktik poligami atas dasar ketentuan sebagai berikut:

قيود إباحة التعدد :اشترطت الشريعة لإباحة التعدد شرطين جوهريين هما:1 – توفير العدل بين الزوجات: أي العدل الذي يستطيعه الإنسان، ويقدر عليه، وهو التسوية بين الزوجات في النواحي المادية من نفقة وحسن معاشرة ومبيت، لقوله تعالى: {فإن خفتم ألا تعدلوا فواحدة، أو ما ملكت أيمانكم، ذلك أدنى ألا تعولوا} [النساء:3/4] فإنه تعالى أمر بالاقتصار على واحدة إذا خاف الإنسان الجور ومجافاة العدل بين الزوجات.وليس المراد بالعدل ـ كما بان في أحكام الزواج الصحيح ـ هو التسوية في العاطفة والمحبة والميل القلبي، فهوغير مراد؛ لأنه غير مستطاع ولا مقدور لأحد، والشرع إنما يكلف بما هو مقدور للإنسان، فلا تكليف بالأمور الجبلِّية الفطرية التي لا تخضع للإرادة مثل الحب والبغض.ولكن خشية سيطرة الحب على القلب أمر متوقع ،لذا حذر منه الشرع في الآية الكريمة: {ولن تستطيعوا أن تعدلوا بين النساء، ولو حرصتم، فلا تميلوا كل الميل، فتذروها كالمعلقة} [النساء:129/4] وهو كله لتأكيد شرط العدل، وعدم الوقوع في جور النساء، بترك الواحدة كالمعلقة، فلا هي زوجة تتمتع بحقوق الزوجية، ولا هي مطلقة. والعاقل: من قدَّر الأمور قبل وقوعها، وحسب للاحتمالات والظروف حسابها، والآية تنبيه على خطر البواعث والعواطف الداخلية، وليست كما زعم بعضهم لتقرير أن العدل غير مستطاع، فلا يجوز التعدد، لاستحالة تحقق شرط إباحته.2 – القدرة على الإنفاق: لا يحل شرعاً الإقدام على الزواج، سواء من واحدة أو من أكثر إلا بتوافر القدرة على مؤن الزواج وتكاليفه، والاستمرار في أداء النفقة الواجبة للزوجة على الزوج، لقوله صلّى الله عليه وسلم : «يا معشر الشباب، من استطاع منكم الباءة فليتزوج. والباءة: مؤنة النكاح.

Artinya: “Syari’at Islam membolehkan suami berpoligami bila memenuhi dua ketentuan:

  1. Bisa memberikan rasa adil diantara istri-istrinya

Dalam artian kemampuan berbuat adil dalam hal-hal yang bersifat kebendaan seperti memberi nafkah, dapat bergaul dengan mereka secara baik serta menggiliri mereka dengan sama rata, Alloh Ta’ala berfirman :
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS. 4:3)

Dalam ayat ini diterangkan, Alloh memerintahkan untuk mencukupi satu istri saja bila seseorang khawatir tidak mampu berbuat adil diantara para istrinya. Dan bukan yang dimaksud adil disini adalah sama dalam hal membagi perasan, kasih sayang, cinta dan kecenderungan hati, bukan…! Karena yang demikian tentunya tidak akan mampu dilakukan oleh seorangpun sedang syariat tidak akan menerapkan hukum diluar batas yang dimampui oleh seseorang maka ia tidak dituntut untuk menjalani hal-hal yang diluar fitrah kemampuan untuk tunduk pada keinginan seperti cinta dan benci hanya saja kekhawatiran terbelenggu oleh cinta (pada seorang diantara istri-istri lainnya) dapat menjadi kenyataan sehingga menjadikan istri bagai tergantung, tiada terpenuhi hak-haknya dan ia juga tiada tertalak dari cengkeraman kuasa suami.

Alloh Ta’ala berfirman “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri- istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.” (QS. An-Nisa ayat 129)

Ayat ini sebagai penegasan tentang ketentuan legalnya berpoligami agar karenanya tidak menjadikan mendzolimi kaum wanita sehingga membuat nasibnya terkatung-katung dan orang berakal adalah mereka yang mampu menguasai hal sebelum tertimpa masalah karenanya.

  1. Mampu memberikan nafkah pada istri-istrinya.

Syariat tidak menghalalkan seseorang memasuki ranah pernikahan baik menikah hanya seorang istri atau lebih kecuali ia berkemampuan memenuhi biaya dan tuntutan-tuntutan dalam sebuah rumah tangga, mampu memenuhi hak-hak yang semestinya didapatkan seorang istri atas suaminya berdasarkan sabda nabi: “Wahai kaula muda, barangsiapa yang mampu dari kalian atas biaya maka menikahlah”. Yang dimaksud biaya adalah biaya yang dibutuhkan dalam pernikahan dan rumah tangga.” (Al-Fiqhul-Islam Wa Adillatuhu IX/160)

Itulah beberapa hal yang perlu dipahami sebelum benar-benar dimengerti. Bahwa praktik poligami tidak semudah membalikkan telapak tangan. Alih-alih mengikuti sunnah Nabi, ternyata justru terjerat kepentingan nafsu birahi.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.