Kisah Gus Dur: Wali Yang Kharismatik dan Humoris

darulmaarif.net – Indramayu, 17 Februari 2023 | 08.00 WIB

Penulis: Ust. Ikhsan Dwi Sanktiaji

Siapa yang tidak mengenal Gus Dur? Bernama lengkap KH. Abdurrahman Wahid, beliau adalah sosok yang sangat menginspirasi dari segi apapun baik dari segi keilmuan sampai keagamaan. Bukan saja menginspirasi, sosok KH. Abdurrahman Wahid yang sangat familiar disapa dengan sebutan Gus Dur beliau juga terkadang menjadi sosok yang nyeleneh, penuh anekdot dan sering memberikan solusi dengan guyonan-guyonan nya.

Tak lengkap kiranya jika kita tidak mengetahui silsilah beliau Gus Dur. Kata “GUS” berasal dari Bahasa Jawa, atau lebih tepat sebutan di kalangan santri yang menyebut anak kyai sebagai bentuk penghormatan kepada beliau. Gus Dur lahir pada tanggal 07 September 1940 di Denanyar, Jombang Jawa Timur. Terlahir dari pasangan yang saling mencintai, ayahnya bernama KH. Wahid Hasyim yang merupakan putra dari KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Jam’iyah Nahdlatul Ulama yang mana NU termasuk organisasi keagamaan Islam yang banyak pengikutnya di Indonesia bahkan dunia. Dan beliau adalah pendiri pondok pesantren Tebu Ireng di Jombang. Ibunya Bernama Nyai Hj Sholehah yaitu putri dari KH. Bisri Syansuri pendiri pondok pesantren Denanyar Jombang Jawa timur. KH. Bisri Syansuri merupakan Rais ‘Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menggantikan posisi KH. Wahab Chasbullah. Ada kisah menarik saat Gus Dur hendak mendaftarkan dirinya ke salah satu sekolah dasar di Jakarta, beliau lupa tanggal lahirnya.

Seorang guru bertanya: “Namamu siapa nak?” “Abdurrahman,” Gus Dur menjawab. “tempat tanggal lahirmu?” guru tersebut bertanya Kembali. “Jombang…” setelah menjawab tempat tanggal lahirnya gus dur terdiam sejenak, rupanya beliau lupa tanggal lahirnya setelah ingat dengan lugas Gus Dur menjawab “tanggal 4 bulan 8 1940”. Disisi lain, Gus Dur ragu atas jawabannya, sebenarnya Gus Dur hanya hafal hitungan bulan qomariyah dan tidak terlalu hafal hitungan bulan syamsiyah. Namun gurunya menganggap Gus Dur lahir pada tanggal 04 Agustus 1940,padahal yang dimaksud adalah 04 sya’ban 1359 H atau dalam hitungan syamsiah adalah 07 September 1940 M.

Perjalanan Pendidikan Gus Dur

Setelah lulus Sekolah Dasar, Gus Dur dikirimkan ke Yogyakarta oleh orangtua nya untuk menuntut ilmu di SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Pertama), sekaligus menetap di pesantren Krapyak. Gus Dur pertama kali belajar Bahasa Inggris karena beliau merasa kurang leluasa aktivitasnya selama berada di dalam pesantren.

Rutinitas kesehariannya setelah shalat subuh Gus Dur berangkat mengaji ke KH. Maksum Krapyak. Pada siang harinya, Gus Dur sekolah di SMEP dan malam hari Gus Dur ikut berdiskusi dengan H. Junaedi dengan anggota Muhammadiyah yang lain. Untuk meningkatkan kemampuan Bahasa Inggrisnya, Gus Dur tak hanya sebatas memahami buku-buku saja, beliau juga senang menggali informasi dari mancanegara dan gemar mendengarkan radio. Setelah tamat SMEP, Gus Dur melanjutkan Pendidikannya di pesantren Tegalrejo Magelang Jawa Timur yang diasuh oleh pimpinan KH. Chaudhary. Di pesantren ini, Gus Dur tak lupa membawa buku-buku koleksi bacaannya dan membuat santri-santri heran melihat buku-buku tersebut. Tak sebatas itu, Gus Dur mulai menampakkan kefasihannya dalam berbicara dan selera humornya yang khas, sehingga membuat santri-santri lain terpukau dan terhibur melihat banyak jokes-jokes komikal Gus Dur.

Setelah Gus Dur dua tahun menimba ilmu di Tegalrejo, akhirnya Gus Dur balik ke jombang dan melanjutkan Pendidikannya di pesantren Tambak Beras. Di pesantren Tambak Beras, Gus Dur menjadi ustadz dan sekaligus menjadi kepala bagian keamanan di pesantren milik pamannya yaitu KH. Abdul Fatah. Saat usianya menginjak 22 tahun, Gus Dur berangkat naik haji ke mekkah sekaligus melanjutkan Pendidikan nya di Universitas Al-Azhar, diluar kegiatan kampus beliau senang mengunjungi makam-makam seperti makam Sulthonul Auliya’ Syekh Abdul Qodir Al-Jaelani pendiri jamiyah tarekat qadariayah dan Gus Dur mempelajari cuma mendalami ajaran Imam Juanedi Al-Baghdadi, yang mana beliau merupakan pendiri ajaran tasawuf dan menjadi pegangan dalam madzhab tasawuf di kalangan Nahdliyin. Setelah mendalami ilmu di timur tengah, Gus Dur menetap di Belanda selama 6 bulan dan mendirikan sebuah perkumpulan pelajar muslim Indonesia dan Malaysia yang tinggal di dataran Eropa. Kemudian Gus Dur kembali ke Indonesia setelah mendengar sebuah berita tentang perkembangan dunia pesantren dan perjalanan studinya berakhir pada 1971. Kemudian kembali ke Jawa dan memulai kehidupan baru sekaligus menjadi perjalanan awal karirnya.

Cerita Gus Dur Menjadi Presiden

Pada tanggal 20 oktober 1999, Gus Dur terpilih menjadi orang no. 1 di Indonesia yang ke-4, setelah menggantikan masa jabatan presiden sebelumnya, yaitu BJ. Habibi.

Ada cerita menarik yang di sampaikan oleh sahabat Gus Dur yaitu Alm. Kyai Noer Iskandar tokoh NU. Saat istirahat di Hotel Mulia, Jakarta. Kiai Noer dibisiki Gus Dur. Menurutnya dia yang akan terpilih. Perhitungannya bukan sekadar angka matematis, tapi Gus Dur mendapat isyarat yang diyakininnya bahwa dialah yang kelak menjadi Presiden RI. Kebetulan Kiai Noer juga mengalami kejadian unik di makam Bung Karno, Blitar.

Saat itu, Kiai Noer, Gus Dur dan Megawati serta Kiai-kiai di Jawa Timur lagi ziarah. Pada saat akan membaca tahlil, Gus Dur menunjuk Kiai Noer untuk memimpin doa. Meski dalam kondisi kecapean karena menempuh perjalanan jauh. Karena mendapat amanah dari Gus Dur, ia akhirnya memimpin tahlilan. “Selang beberapa menit tahlil, saya diserang rasa ngantuk yang hebat. Beberapa menit sempat tertidur di sela-sela tahlil. Saya merasa bermimpi melihat Bung Karno memberikan keris kepada Gus dur,” seperti itu kisahnya.

Usai tahlil, dia ditanya Gus Dur, apa yang tadi dimimpikan saat tertidur. Kiai Noer pun lantas menceritakan mimpinya tadi. Spontan Gus Dur mengomentari, “Itu pertanda saya yang akan jadi Presiden”. Maka Gus Dur semakin mantap maju menuju RI 1 dan mendapat restu Kiai-kiai Sepuh NU.

Bukti Kewalian Gus Dur

Banyak orang yang meyakini bahwa Gus Dur adalah seorang wali, dan banyak bukti-bukti yang menyatakan Gus Dur adalah seorang wali, terbukti dengan kesaksian-kesaksian yang pernah diungkapkan oleh orang-orang terdekat beliau.

Dikisahkan Mbah Anang atau Kyai Anang Faisol yang pada saat itu mendampingi Gus Dur di Sumenep setelah selesai acara dan hendak menuju mobil. Ditengah kerumunan warga yang hendak salaman dan penjagaan Banser, Gus Dur membisikan ke saya: “tolong beri jalan, ada wanita mau bersalaman dengan saya”. Seketika itu juga, ditengah kerumunan warga yang berjejalan, ada Wanita parubaya yang mendekati Gus Dur. Wanita tersebut memakai pakaian hitam ala Jawa dan memakai konde.

Saat wanita tersebut tepat dihadapan Gus Dur, Gus Dur menunduk dan bersalaman sungkem pada wanita itu. Tak lama kemudian, wanita itu menghilang diantara kerumunan dan setelah sampai dalam mobil Gus Dur bertanya kepada saya: “Gus Anang, sampean tau ndak wanita yang saya sungkemi iku sopo?,” Mbah Anang diam bergeming karena tidak tahu. “Wanita itu adalah ibunya Joko Tingkir (Sultan Hadiwijaya). Saya ndak sempat sowan (berkunjung) kepadanya, maka beliau mendatangi saya kesini”, ungkap Gus Dur.

Sumber lainnya adalah cerita dari KH. Said Aqil Siraj. Kisah karamah Gus Dur diungkapkan oleh Kiai Said saat menjalankan umrah pada bulan Ramadan. Waktu itu Gus Dur menjabat sebagai Ketua Umum PBNU. Kiai Said menuturkan, setelah sholat tarawih berjamaah, ia diajak Gus Dur mencari seorang wali, setelah jalan beberapa Langkah, akhirnya Gus Dur menghentikan langkahnya dan menyuruh kiai Said untuk memperkenalkan dirinya sebagai ketua PBNU kepada wali yang memakai sorban kecil sedang duduk di sajadah tersebut dengan tujuan didoakan oleh wali tersebut. Akhirnya wali itu mendoakan Gus Dur semoga di ridhoi, diampuni, hidupnya sukses setelah itu wali tersebut pergi sambil menyeret sajadah dan berkata: “ya Alloh, dosa apa saya sampai kewalian saya di ketahui oleh orang”, dalam perkataan atsar Ulama mengatakan bahwa:

لا يعرف الولي الا الولي

“Tidak akan mengetahui kedudukan seorang wali kecuali sesama wali itu sendiri”

Anekdot-anekdot Lucu Gus Dur

Kuli Dan Kyai

Rombongan jamaah haji NU dari Tegal tiba di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah Arab Saudi. Langsung saja kuli-kuli dari Yaman berebutan untuk mengangkut barang-barang yang mereka bawa. Akibatnya, dua orang di antara kuli-kuli itu terlibat percekcokan serius dalam bahasa Arab.
Melihat itu, rombongan jamaah haji tersebut spontan merubung mereka, sambil berucap: Amin, Amin, Amin!
Gus Dur yang sedang berada di bandara itu menghampiri mereka: “Lho kenapa Anda berkerumun di sini?” “Mereka terlihat sangat fasih berdoa, apalagi pakai serban, mereka itu pasti kyai.

Tiga Tipe Orang NU

Bagi Gus Dur, ada tiga tipe orang NU.
“Kalau mereka datang dari pukul tujuh pagi hingga jam sembilan malam, dan menceritakan tentang NU, itu biasanya orang NU yang memang punya komitmen dan fanatik terhadap NU,” jelasnya.

Yang kedua adalah mereka yang meski sudah larut malam, sekitar jam dua belas sampai jam satu malam, namun masih mengetuk pintu Gus Dur untuk membicarakan NU, “Itu namanya orang gila NU.”
“Tapi kalau ada orang NU yang masih juga mengetuk pintu rumah saya jam dua dini hari hingga jam enam pagi, itu namanya orang NU yang gila,” kata Gus Dur sambil terkekeh saat itu.

Saya berpesan kepada pembaca khusunya kepada diri saya pribadi, jika kita mempunyai masalah maka cari solusi bukan malah frustasi dan ingat kata-kata dari Gus Dur: “GITU AJA KOK REPOT”.

Demikianlah sekelumit cerita kewalian Gus Dur beserta humor-humornya yang begitu komikal tapi sangat cerdas. Semoga dapat menginspirasi kita semua, bil khusus para pembaca.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.