darulmaarif.net – Indramayu, 27 September 2025 | 20.00 WIB
Dalam kehidupan modern yang penuh persaingan, banyak orang sering bertanya-tanya: apakah amal yang dilakukan masih murni karena Alloh SWT, atau ada kepentingan duniawi yang terselip di dalamnya? Misalnya, ketika seseorang membaca Surat Al-Waqi’ah dengan tujuan agar dimudahkan rezekinya, apakah hal itu termasuk riya’? Pertanyaan semacam ini wajar muncul, karena manusia hidup dengan kebutuhan duniawi namun tetap ingin menjaga kemurnian niat beribadah.
Salah satu perkataan masyhur yang sering dikaitkan dengan Imam Al-Ghozali adalah: “Tarkul ‘amal li ajlin-nas riyaaun wal ‘amal li ajlin-nas syirkun.” Artinya, meninggalkan amal karena manusia itu riya’, dan beramal karena manusia itu syirik. Kalimat ini mengandung makna mendalam tentang ikhlas, sesuatu yang menjadi inti dari setiap amal ibadah.
Penjelasan Ulama tentang Riya’ dan Ikhlas
Dalam Kitab Risalah Qusyairiyah disebutkan:
وقال الفضيل بن عياض رحمه الله تعالى: (ترك العمل من أجل الناس رياء، والعمل من أجل الناس شرك، والإخلاص أن يعافيك الله منهما) [“الرسالة القشيرية” ص95 ـ 96)
Artinya: “Imam Fudhail bin ‘Iyadl rohimahuLloh berkata: ‘meninggalkan amal karena manusia itu namanya riya’, beramal karena manusia itu namanya syirik, dan ikhlas adalah jika engkau dijauhkan oleh Alloh dari keduanya’.”
Dari sini, kita belajar bahwa ikhlas bukan hanya sekadar niat, melainkan keadaan hati yang terbebas dari pengaruh manusia, baik dalam meninggalkan maupun melakukan amal.
3 Tingkatan Ikhlas dalam Islam
Ibnu Ajibah rahimahuLloh kemudian menjelaskan bahwa ikhlas itu memiliki beberapa tingkatan:
الإخلاص على ثلاث درجات: إخلاص العوام والخواص وخواص الخواص
Artinya: “Ikhlas terdiri atas tiga tahapan: ikhlasnya orang awam, ikhlasnya orang khusus, dan ikhlasnya orang khowasul khowas.”
Ikhlas Tingkat Awam
فإخلاص العوام: هو إخراج الخلق من معاملة الحق مع طلب الحظوظ الدنيوية والأخروية كحفظ البدن والمال وسعة الرزق والقصور والحور
Artinya: “Ikhlasnya orang awam yaitu berbuat karena Allah semata, namun masih menginginkan bagian dunia dan akhirat, seperti kesehatan, kekayaan, kelapangan rezeki, kemegahan di surga, serta bidadari.”
Ikhlas Tingkat Khusus
وإخلاص الخواص: طلب الحظوظ الأخروية دون الدنيوية
Artinya: “Ikhlasnya orang khusus yaitu hanya menginginkan bagian akhirat tanpa memedulikan bagian dunia.”
Ikhlas Tingkat Khowasul Khowas
وإخلاص خواص الخواص: إخراج الحظوظ بالكلية، فعبادتهم تحقيق العبودية والقيامُ بوظائف الربوبية محبة وشوقاً إلى رؤيته
Artinya: “Sedangkan ikhlasnya orang khowasul khowas yaitu melepaskan seluruh keinginan dunia maupun akhirat. Ibadah mereka semata-mata untuk merealisasikan ‘ubudiyah dan melaksanakan hak-hak ketuhanan karena cinta serta rindu ingin melihat Alloh SWT.”
Membaca Surat Al-Waqi’ah untuk Rezeki, Apakah Termasuk Riya’?
Dalam kitab Minhajul ‘Abidin, Imam Al-Ghozali membahas permasalahan ini. Banyak masyayikh yang membaca Surat Al-Waqi’ah ketika dalam kesulitan. Amalan ini jelas termasuk ibadah akhirat, tetapi tujuannya adalah memperoleh harta dunia. Lalu, apakah ini tidak termasuk riya’?
Imam Abu Hamid Muhammad Al-Ghozali at-Thusi menjawab: tujuan mereka adalah dunia yang dipakai untuk kebaikan, seperti mengajarkan ilmu, membela kebenaran, mengajak manusia kepada ibadah, atau mempermudah pelaksanaan ibadah.
فَهَذِهِ كُلُّهَا إرَادَاتٌ مَحْمُودَةٌ لَا يَدْخُلُ شَيْءٌ مِنْهَا فِي بَابِ الرِّيَاءِ؛ إذْ الْمَقْصُودُ مِنْهَا أَمْرُ الْآخِرَةِ بِالْحَقِيقَةِ
Artinya: Ini semua adalah tujuan yang terpuji dan tidak termasuk riya’, karena harta dunia yang dicari hakikatnya adalah sarana untuk akhirat.
Hal ini sesuai dengan kaidah niat yang diajarkan Rasulullah SAW: “Innamal a‘mal bin-niyyaat” – Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya. Bahkan, dalam sebuah hadits disebutkan:
كم من عمل يتصور بصورة الدنيا فيصير من أعمال الآخرة بحسن النية, وكم من عمل يتصور بصور الآخرة فيصير من أعمال الدنيا بسوء النية
Artinya: “Betapa banyak amal yang tampak seperti amal dunia, tetapi menjadi amal akhirat karena baiknya niat. Dan betapa banyak amal yang tampak seperti amal akhirat, namun menjadi amal dunia belaka karena buruknya niat.”
Dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa ikhlas memiliki tingkatan, dan ukuran sebuah amal bukan hanya dari bentuknya, melainkan dari niat yang mendasarinya. Membaca Surat Al-Waqi’ah untuk kelancaran rezeki tidak serta-merta menjadi riya’ jika tujuan akhirnya adalah kebaikan dan orientasi akhirat.
Namun, yang menjadi pertanyaan reflektifnya adalah: di mana posisi kita dalam tingkatan ikhlas? Apakah kita masih berada di level awam, atau sudah berusaha naik menuju ikhlas yang lebih murni semata-mata karena Alloh?
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.