darulmaarif.net – Indramayu, 19 Agustus 2025 | 10.00 WIB

Di tengah hiruk pikuk isu lingkungan global, sering kali kita lupa bahwa kampus bukan hanya ruang belajar, melainkan juga ruang hidup yang menanamkan nilai keberlanjutan. Jika pepatah bijak berkata “alam adalah guru terbaik”, maka Yayasan Darul Ma’arif Kaplongan Indramayu menjawabnya dengan langkah nyata: menghadirkan konsep Kampus Hijau sebagai bagian dari wajah pendidikan Islam yang progresif.
Anekdot kecil: pernahkah kita membayangkan, seorang santri yang menghafal Al-Qur’an di bawah rindangnya pepohonan, atau seorang pelajar yang berdiskusi tentang logika Aristoteles sambil merasakan semilir angin segar kampus yang penuh tanaman? Situasi ini bukan sekadar romantisme, melainkan simbol bahwa ilmu, iman, dan lingkungan sejatinya tak bisa dipisahkan.
Kampus Hijau: Filsafat Hidup dan Pendidikan

Secara filsafati, konsep Kampus Hijau di Darul Ma’arif dapat dilihat sebagai bentuk praktik logos—akal budi manusia yang mengatur harmoni antara diri dan alam. Aristoteles dalam Physics menekankan bahwa segala sesuatu memiliki tujuan (telos). Maka, kampus hijau bukan hanya mempercantik ruang belajar, melainkan juga mendidik kesadaran ekologis sebagai tujuan luhur pendidikan.
Dalam pandangan Islam, Al-Qur’an telah mengingatkan:
هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا
Artinya: “Dia (Alloh) telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan kamu pemakmurnya.” (QS. Hud Ayat 61)
Ayat ini menegaskan bahwa keberadaan manusia bukan sekadar penghuni bumi, tetapi pengelola dan pemakmur yang bertanggung jawab. Maka, konsep Kampus Hijau di Yayasan Darul Ma’arif tidak hanya relevan secara ekologi, tapi juga sejalan dengan logika teologis Islam.
Darul Ma’arif dan Ruang Belajar yang Ekologis

Kampus Darul Ma’arif Kaplongan Indramayu bukan sekadar pusat pendidikan, tetapi sebuah ekosistem. Pepohonan rindang, taman-taman hijau, dan ruang terbuka menjadi simbol bahwa ilmu berkembang lebih subur saat lingkungan pun dijaga.
Jika kita tarik ke ranah logika filsafat modern, Heidegger pernah mengingatkan bahwa manusia modern sering kehilangan sense of dwelling—rasa tinggal yang sejati—karena teralienasi dari alam. Kehadiran Kampus Hijau Darul Ma’arif adalah koreksi terhadap gejala ini, menghadirkan kembali rasa tinggal yang penuh makna, di mana santri dan mahasiswa hidup berdampingan dengan alam, bukan melawannya.
Kampus Hijau sebagai Strategi Pendidikan Islam Modern

Yayasan Darul Ma’arif memahami bahwa pendidikan modern tak hanya menyiapkan kecerdasan intelektual, tapi juga kesadaran ekologis. Santri yang belajar di ruang hijau akan lebih peka terhadap lingkungan, lebih bijak dalam konsumsi, dan lebih arif dalam memandang keberlanjutan.
Inilah yang disebut para filsuf sebagai ethos baru—kesadaran moral yang lahir dari cara hidup yang ramah lingkungan. Maka, Kampus Hijau Darul Ma’arif sejatinya bukan hanya strategi manajemen lingkungan, tetapi juga strategi pembentukan karakter Islami yang ekologis.
Harmoni Ilmu, Iman, dan Alam

Kampus Hijau Yayasan Darul Ma’arif Kaplongan Indramayu adalah bukti bahwa pendidikan Islam tidak tertinggal dalam isu global. Ia justru tampil dengan wajah segar: mendidik santri mencintai ilmu, menjaga iman, sekaligus merawat alam.
Sebagaimana logika filsafat mengajarkan keseimbangan, dan Al-Qur’an menuntun pada keberlanjutan, maka Kampus Hijau ini adalah titik temu: ruang belajar yang bukan hanya menumbuhkan pengetahuan, tetapi juga menanamkan kesadaran ekologis.
Darul Ma’arif mengajarkan bahwa menjadi pintar saja tidak cukup—harus bijak, harus beriman, dan harus mencintai keindahan bumi.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.