Tuntunan Sholat Tarawih Lengkap! Dari Sejarah, Hukum, Hingga Hikmahnya

darulmaarif.net – Indramayu, 29 Maret 2023 | 08.00 WIB

Secara etimologi (bahasa), lafadz Tarawih adalah bentuk jama’ (plural) dari kata tunggal Tarwiihah ( الترويحة ) yang berarti: istirahat. Menurut etimologi, Tarawih berasal dari kata murâwahah ( مـراوحـة ) berarti saling menyenangkan dengan wazan Mufaa’alahnya al-Roohah ( الراحـــــــة ) yang berarti merasa senang. Term ini merupakan bentuk lawan kata dari al-Ta’abb yang berarti letih atau payah.

Shalat Tarawih adalah shalat sunnah yang khusus dilaksanakan hanya pada malam-malam bulan Ramadhan. Dinamakan Tarawih karena orang yang melaksanakan shalat sunnah di malam bulan Ramadhan beristirahat sejenak di antara dua kali salam atau setiap empat rakaat. Sebab dengan duduk tersebut, mereka beristirahat karena lamanya melakukan Qiyam Ramadhan. Bahkan, dikatakan bahwa mereka bertumpu pada tongkat karena lamanya berdiri. Dari situ kemudian, setiap empat rakaat (dengan 2 salam) disebut Tarwihah, dan semuanya disebut Tarawih. Hal itu sebagaimana dijelaskan oleh al-Hafidz Ibn Hajar al-‘Asqolaniy dalam kitab Fathil-Baariy Li Syarh Shohihil Bukhori sebagai berikut:

سُمِّيَتِ الصَّلَاةُ فِي الْجَمَاعَةِ فِي لَيَالِي رَمَضَانَ التَّرَاوِيحَ لِأَنَّهُمْ أَوَّلَ مَا اجْتَمَعُوْا عَلَيْهَا كَانُوا يَسْتَرِيحُوْنَ بَيْنَ كُلِّ تَسْلِيمَتَيْنِ

Artinya: “Sholat jama’ah yang dilaksanakan pada setiap malam bulan Ramadhan dinamai Tarawih karena para sahabat pertama kali melaksanakannya, beristirahat pada setiap dua kali salam.

Sholat Tarawih disebut juga shalat Qiyam Ramadhan yaitu shalat yang bertujuan menghidupkan malam-malam bulan Ramadhan. Sholat Tarawih termasuk salah satu ibadah yang utama dan efektif guna mendekatkan diri kepada Alloh. Imam Nawawi al-Dimasyqi mengatakan: “yang dimaksud Qiyam Ramadhan adalah sholat Tarawih.” Maksud dari perkataan Imam Nawawi dijelaskan oleh al-Hafidz Imam Ibn Hajar al-‘Asqolany, sebagai berikut:

يَعْنِي أَنَّهُ يَحْصُلُ بِهَا الْمَطْلُوبُ مِنَ الْقِيَامِ لَا أَنَّ قِيَامَ رَمَضَان لَا يَكُون إِلَّا بِهَا

Artinya: ‘Qiyam Ramadhan dapat dilakukan dengan shalat apa saja termasuk shalat Tarawih. Namun, ini bukan berarti Qiyam Ramadhan hanya sebatas sholat Tarawih saja”.

Maksud dari perkataan Imam Ibn Hajar adalah sholat Tarawih itu merupakan bagian dari Qiyam Ramadhan.
Pada zaman Rosululloh, istilah Tarawih belum dikenal. Rosululloh dalam hadits-haditsnya juga tidak pernah menyebut kata-kata Tarawih. Semua bentuk ibadah sunnah yang dilaksanakan pada malam hari, lebih familiar disebut Qiyam Ramadhan, tidak disebut sholat Tarawih sebagaimana banyak ditemukan dalam teks-teks hadits. Seperti sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut:

مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ .صحيح مسلم

Artinya: “Barangsiapa saja yang melaksanakan ibadah pada bulan Ramadhan karena iman dan mengharap ridoo Alloh, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu”.

Dalam riwayat hadits shohih mengatakan sholat Qiyam Ramadhan secara berjama’ah di zaman Rosululloh hanya beberapa malam saja. Beliau melaksanakan shalat Qiyam Ramadhan secara berjamaah hanya dalam 2 atau 3 kali kesempatan. Kemudian, beliau tidak melanjutkan shalat tersebut pada malam-malam berikutnya karena khawatir ia akan menjadi ibadah yang diwajibkan. Seperti yang terdapat pada keterangan hadits sebagai berikut:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى فِي الْمَسْجِدِ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَصَلَّى بِصَلَاتِهِ نَاسٌ ثُمَّ صَلَّى مِنْ الْقَابِلَةِ فَكَثُرَ النَّاسُ ثُمَّ اجْتَمَعُوا مِنْ اللَّيْلَةِ الثَّالِثَةِ أَوْ الرَّابِعَةِ فَلَمْ يَخْرُجْ إِلَيْهِمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمَّا أَصْبَحَ قَالَ قَدْ رَأَيْتُ الَّذِي صَنَعْتُمْ فَلَمْ يَمْنَعْنِي مِنْ الْخُرُوجِ إِلَيْكُمْ إِلَّا أَنِّي خَشِيْتُ أَنْ تُفْرَضَ عَلَيْكُمْ قَالَ وَذَلِكَ فِي رَمَضَانَ. (صحيح مسلم)

Artinya: “Dari Siti A’isyah, sesungguhnya Ralosulloh Saw pada satu malam sholat di masjid, maka para sahabat mengikuti beliau sholat. Kemudian beliau sholat pada malam berikutnya, para sahabat yang ikut berjama’ah menjadi semakin banyak. Selanjutnya pada malam ketiga atau keempat para sahabat berkumpul ternyata Rasulloh tidak keluar menemui mereka. Keesokan harinya beliau berkata: “Aku mengetahui apa yang kalian lakukan tadi malam. Tidak ada yang menghalangiku keluar menemui kalian selain dari kekhawatiranku kalau-kalau sholat itu diwajibkan atas kalian. Yang demikian itu terjadi di bulan Ramadhan.”

Sedangkan menurut Syekh Muhammad Ibn Ismail al-Shalon’ani (W.1182 H/1768 M), dalam kitab Subulis Salaam Syarh Bulughul Maroom mengatakan: “Penamaan sholat Tarawih itu seolah-olah yang menjadi dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dari Siti A’isyah sebagai berikut:

وَأَمَّا تَسْمِيَتُهَا بِالتَّرَاوِيحِ فَكَأَنَّ وَجْهَهُ مَا أَخْرَجَهُ الْبَيْهَقِيُّ مِنْ حَدِيثِ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِي اللَّيْلِ ثُمَّ يَتَرَوَّحُ فَأَطَالَ حَتَّى رَحِمْتُهُ قَالَ الْبَيْهَقِيُّ تَفَرَّدَ بِهِ الْمُغِيرَةُ بْنُ دِيَابٍ وَلَيْسَ بِالْقَوِيِّ فَإِنْ ثَبَتَ فَهُوَ أَصْلٌ فِي تَرَوُّحِ الْإِمَامِ فِي صَلَاةِ التَّرَاوِيحِ .

Artinya: “Adapun penamaan sholat itu dengan nama Tarawih seakan-akan jalannya adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dari Siti ‘Aisyah ia berkata: ” Sering kali Rosululloh mengerjakan sholat 4 roka’at pada malam hari, lalu beliau Yatarowwah (beristirahat) dan beliau melamakan istirahatnya hingga aku merasa iba”.

Menurut Imam al-Baihaqi, bahwa hadits ini diriwayatkan melalui sanad al-Mughiroh dan beliau bukan orang yang kuat (dlobit tam). Jika hadits ini memang jelas ketetapannya maka hadits inilah yang menjadi landasan Tarwihah (istirahat) imam pada waktu shalat Tarawih tersebut. Dari keterangan hadits-hadits shohih diatas, jelas bahwa tidak ada ketentuan yang baku dari Rosululloh tentang jumlah roka’at sholat Qiyam Ramadhan. Hadits-hadits shohih yang marfu’ (bersumber dari Rosululloh) tidak pernah menjelaskan berapa roka’at beliau melakukan Qiyam Ramadhan.
Kesimpulannya, dalam konteks sholat Qiyam Ramadhan tidak ada batasan yang signifikan (berarti penting) dalam bilangan roka’atnya. Semakin banyak roka’at sholat Qiyam Ramadhan yang dikerjakan, maka semakin banyak pahalanya. Sedangkan dalam konteks sholat Tarawih maksimalnya adalah 20 roka’at.

Adapun kedudukan status hukum sholat Tarawih adalah sunah mu-akkadah (sunah yang sangat dianjurkan) bagi setiap laki-laki dan wanita yang dilaksanakan pada tiap malam bulan Ramadhan.

Waktu Pelaksanaan Sholat Tarawih

Waktu pelaksanaan sholat Tarawih dimulai bakda sholat ‘Isya, berakhir sampai terbitnya fajar shidiq. Bagi yang belum melaksanakan sholat ‘Isya, tidak diperkenankan melakukan sholat Tarawih. Bahkan sholat Tarawihnya menjadi tidak sah. Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Yusuf bin Ibrahim al-Ardabiliy:

وَالتَّـرَاوِيْحُ عِشْرُوْنَ رَكْـعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْمَاتٍ , وَلَوْ صَـلَّى أَرْبَعًا بِتَسْلِيْمَةٍ أَوْ قَبْلَ فَرْضِ الْعِشَاءِ بَطَلَتْ

Artinya: “Sholat Tarawih dikerjakan 20 roka’at dengan 10 salam. Seandainya seseorang sholat 4 roka’at dengan satu salam, atau ia sholat Tartawih sebelum sholat fardhu ‘Isya maka batal sholat Tarawihnya.

Tata cara yang utama dalam sholat Tarawih yaitu dikerjakan setelah melakukan shalat fardu ‘Isya dan ba’diyah Isya. Lebih utama lagi apabila sholat Tarawih dikerjakan di akhir malam. Syaikh Umar Ibn Muzhaffar Ibn Wardiy (W. 749 H) mengatakan dalam Nadzomnya, yang terkenal dengan sebutan Bahjah al-Hâwiy yang terdiri dari 5000 bait sebagai berikut:

كَذَا التَّرَاوِيْحُ وَحَيْثُ يَفْصُلُ وَبَعْدَ نَفْلِ اللَّيْلِ فَهْوَ أَفْضَلُ

Artinya: “Begitu juga (sholat yang disunnahkan antara sholat fardhu ‘Isya sampai Fajar) adalah sholat Tarawih sekira di fashalkan dan dilakukan setelah sholat sunnah malam (Tahajjud) itu lebih afdhol.”

Hikmah Medis Sholat Tarawih

Adapun hikmah sholat Tarawih ialah menguatkan, merilekskan dan menyegarkan jiwa serta raga guna melakukan ketaatan. Selain itu, untuk memudahkan pencernaan makanan setelah makan malam. Sebab, apabila setelah berbuka puasa lalu tidur, maka makanan yang ada dalam perut besarnya tidak tercerna, sehingga dapat mengganggu kesehatannya dan membuat jasmani menjadi lesu dan rusak.

Yang harus diperhatikan ada jeda yang cukup setelah makan besar, baik setelah berbuka puasa atau setelah sahur dengan tidur. Karenanya, Rosululloh menganjurkan ta-khirus Sahur, yakni makan sahur dilakukan mendekati waktu subuh, agar setelah sahur langsung sholat Subuh tidak tidur lagi. Jadi, bukan santap sahur pukul 02:00, lalu tidur lagi. Alasannya, sewaktu tidur tubuh menjadi sangat rileks, sehingga gerakan usus menjadi lambat sekali, sedangkan kita makan sampai perut penuh. Jadi, metabolisme (proses perputaran) pencernaan terganggu, karena makanan terus-menerus berada di dalam usus. Teringat ungkapan Ulama, Abuya K.H Saifuddin Amsir ketika beliau memberikan penjelasan Taqrir kitab Ta’lîm al-Muta’allim karya Syaikh Burhanuddin al-Zarnûjiy sebagai berikut:

اِذَا تَغَـدَّيْتَ فَنَـمْ , وَلَوْ عَلَـى رَأْسِ اْلغَنَمِ
وَاِذَا تَعَشَّيْتَ فَـدُرْ , وَلَوْ عَلَـى رَأْسِ الْجُـدُرِ

Artinya: “Apabila engkau makan siang maka boleh engkau tidur setelahnya sekalipun diatas kepala kambing, dan apabila engkau makan malam maka berjalan/berkelilinglah sekalipun diatas tembok (jangan langsung tidur).”

Syekh ‘Ali bin Ahmad al-Jurjâwiy (W. 1340 H/1922 M) salah seorang tokoh ulama al-Azhar, Kairo; Mesir, dalam sebuah kitabnya yang bernama Hikmah al-Tasyri’ Wa Falsafatuhu mengatakan: “Telah banyak Dokter dari negara barat yang mengatakan bahwa umat Islam yang menjalani ibadah puasa dengan sholat-sholat yang biasa mereka kerjakan setelah shalat ‘Isya telah membuat mereka terhindar dari aneka penyakit yang hampir membahayakan mereka. Mr. Edwar Leeny mengatakan: “Suatu hari saya diundang makan dalam acara buka puasa oleh salah seorang saudagar muslim yang sukses. Saya melihat banyak di antara mereka menyantap hidangan yang tersedia dengan lahap dan sangat banyak sehingga, saya berkeyakinan bahwa mereka pasti akan mengalami gangguan pencernaan pada perut mereka. Kemudian waktu datang waktu Isya mereka berbondong-bondong mengerjakan shalat ‘Isya dan dilanjutkan dengan sholat Tarawih. Seketika melihat itu, saya menyimpulkan dan berkeyakinan bahwa gerakan-gerakan yang mereka lakukan disaat mengerjakan sholat sangat bermanfaat dalam mengembalikan tenaga dan semangat serta menghindari mereka dari berbagai macam penyakit yang mengancam mereka. Dari situlah saya yakin bahwa agama Islam memang benar-benar bijaksana dalam Syariatnya”.

Jumlah Roka’at Sholat Tarawih Dan Cara Mengerjakannya

Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah roka’at sholat Tarawih. Al-Habib Zayn bin Ibrahim bin Sumayt berpendapat bahwa jumlah roka’at sholat Tarawih minimal 2 rakaat. Maksimalnya 20 roka’at. Dikerjakan khusus pada setiap malam bulan Ramadhan, baik secara sendiri-sendiri ataupun berjama’ah, tetapi lebih afdhol sholat Tarawih dikerjakan secara berjamaah. Sedangkan menurut al-Hafidz Syekh ‘Abdullah al-Harariy berpendapat bahwa: “Sholat Tarawih adalah bagian dari Qiyam Ramadhan. Siapa yang berniat mengerjakan sholat Tarawih tidak boleh kurang atau lebih dari 20 roka’at. Dengan alasan Tarawih merupakan sebuah istilah yang telah terdefinisi dengan jelas, sebagai sholat yang dikerjakan oleh para sahabat di zaman Sayidina Umar bin Khotthob khusus pada bulan Ramadhan dengan 20 rakaat, 10 kali salam. Adapun bila seseorang berniat mengerjakan sholat Qiyam Ramadhan, maka tidak ada batasan roka’atnya. Artinya, boleh kurang atau lebih dari 20 rakaat.

Khusus bagi penduduk kota Madinah boleh mengerjakan sholat Tarawih lebih dari 20 roka’at. Sedangkan jumlah roka’at sholat Qiyam Ramadhan tidak ada batasan yang signifikan (berarti penting) dalam bilangan rakaatnya. Semakin banyak rakaat shalat Qiyam Ramadhan yang dikerjakan, maka semakin banyak pahalanya. Tetapi yang paling afdhal mengerjakan sholat Tarawih dengan 20 roka’at. Karena sesuai dengan amalan yang telah dikerjakan oleh para sahabat, Tabiin dan para Salafus Sholih.

Kalau kita mau jujur, dengan menelusuri dan mencermati pendapat para Ulama yang telah dikemukakan diatas, hampir semua sependapat dan sepakat bahwa mengerjakan sholat Tarawih dengan 20 rakaat itu adalah jumlah roka’at yang paling banyak dikerjakan oleh banyak umat Islam termasuk di Masjid al-Haram Makkah sejak zaman Khalifah Umar bin Khotthob sampai saat sekarang ini, dan hal itu tidak pernah berubah. Sebagaimana telah ditegaskan oleh para imam Mujtahid; Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad Ibn Hambal dan hampir semua ulama termasuk Syekh Ibn Taymiyyah.

Siapa lagi yang pantas dan patut kita teladani dalam mengamalkan suatu ibadah kalau bukan para Ulama Salafus Salih, merekalah yang lebih utama dari pada kita, karena mereka hidup dalam masa yang lebih baik dari masa kita. Rasulullah bersabda:

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُم

Artinya: “Manusia terbaik adalah mereka yang hidup pada masa aku hidup (para sahabat) kemudian generasi selanjutnya (para Tabi’in) kemudian generasi selanjutnya (pengikut Tabi’in).”

Adapun hukum orang yang mengerjakan sholat Tarawih kurang dari 20 rakaat, seperti 8 rakaat, maka ia tetap mendapat pahala sholat Tarawih. Dengan catatan, 8 rakaat tersebut dikerjakan dengan salam pada tiap 2 rakaatnya. Namun pahala yang ia dapat tidak seperti orang yang mengerjakan sholat Tarawih dengan 20 rakaat. Apabila sholat Tarawih 8 rakaat itu dikerjakan dengan cara 4 roka’at sekali salam-4 roka’at sekali salam, maka sholat Tarawihnya tidak sah.

Bagi mereka yang mengerjakan di masjid atau di musholla, sholat Tarawih dengan 8 rakaat dan ditambah 3 rakaat sholat Witir, mereka pun masih bisa mendapatkan keutamaan pahala sholat Tarawih dengan cara menyempurnakan bilangan roka’at sholat Tarawih di rumah dengan menambahkan 12 roka’at, agar jumlah roka’at sholat Tarawih mereka 20 rakaat.
Para Ulama bersepakat mengatakan berapapun bilangan roka’at sholat Tarawih yang dikerjakan, setiap 2 roka’at diakhiri dengan salam. Adapun pendapat sekelompok orang yang mengajarkan dan mengamalkan sholat Tarawih dengan cara 4 roka’at sekali salam, yang semarak dikerjakan banyak orang dan sudah terlanjur mengakar, sehingga muncul kesan bahwa praktek seperti itulah yang benar dan perlu ditradisikan. Padahal fakta ilmiah mengatakan cara seperti itu tidak benar dan tidak sejalan dengan ajaran para Ulama Salafus Sholih. Sia-sia mengerjakan shalat Tarawih sebulan penuh, kalau ternyata praktek ibadah yang dikerjakan menyalahi aturan Syariat yang ada. Ini yang disebut “Sudah Jatuh Tertimpa Tangga”, sudah capek, tenaga terkuras, waktu terbuang, pahalanya zonk. Laksana orang yang nimba kubangan besar yang ada di sawah untuk mendapatkan banyak ikan, ternyata ia tidak dapatkan ikan karena kubangan itu sudah di rebut orang.

Para Ulama Madzhab Imam Malik dan Madzhab Imam Ahmad Ibn Hambal berpendapat: “Sholat Tarawih yang dikerjakan 4 rakaat sekali salam itu hukumnya Makruh. Karena telah meninggalkan kesunnahan bertasyahhud dan memberi salam pada setiap 2 roka’at. Sedangkan para Ulama Madzhab Imam Syafi’i mengatakan: “Sholat Tarawih yang dikerjakan 4 roka’at sekali salam, hukumnya tidak sah”. Dengan alasan telah menyalahi istilah dan prosedur sholat Tarawih yang sudah jelas definisinya.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.

Pontren Darul Ma’arif saat ini sudah sampai pada GELOMBANG KE 3. Segera daftarkan putra putri kesayangan anda di: http://daftar.darulmaarif.net