darulmaarif.net – Indramayu, 03 April 2023 | 04.00 WIB
Memang tak asing di telinga kita saat mendengar kata “TADARUSAN”. Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan tadarusan? Secara garis besar, TADARUSAN adalah membaca al-Qur’an dengan secara bergiliran melibatkan dua pihak (pembaca dan penyimak) dengan mengeraskan suara.
Imam Nawawi, dalam kitab beliau, at-Tibyan (sebuah kitab salaf yang menerangkan tentang adab dan tata cara menjaga al-Qur’an) menjelaskan sebagai berikut:
[فصل] فى الإدارة بالقران :
وهو أن يجتمع جماعة يقرأ بعضهم عشرا، أوجزأ اوغير ذلك، ثم يسكت ويقرأ الاخر من حيث انتهى الأول، ثم يقرأ الاخر، وهذا جائزحسن، وقد سئل مالك -رحمه الله تعالى- عنه، فقال : لا بأس به.
التبيان فى اداب حملة القران، تأليف : ابي زكريا يحيا بن شرف الدين النووى الشافعى
Artinya: “(Pasal : membaca al-Qur’an sambung-menyambung secara bergantian)
Yaitu sejumlah orang berkumpul, sebagian dari mereka membaca sepuluh ayat atau sebagian atau selain itu, kemudian diam (menyimak) dan yang lain meneruskan pembacaan, kemudian yang lain membaca. Ini adalah boleh dan baik. Imam Malik R.a telah ditanya dan beliau menjawab: “Tidak ada masalah dengan hal seperti ini”.
Begitulah beliau, Imam Nawawi menjelaskan perihal “KEBAIKAN” dalam TADARUSAN ini. Heran, ada saja segelintir orang yang membid’ahkan TADARUSAN yang sudah jelas ini adalah amalan Salafunas Sholeh.
Kemudian bagaimana dengan mengeraskan bacaan al-Qur’an di malam-malam bulan Ramadhan?
Sering kali kita dibuat miris dengan pertanyaan segelintir orang, perihal mengeraskan pembacaan al-Qur’an dengan kerasyang sejatinya pertanyaan seperti itu hanyalah pertanyaan yang menghalangi syiar Islam berkembang di seantero jagad raya ini, bil khusus, di bumi Nusantara tercinta ini.
Mari, sejenak kita simak baik-baik, menilik kembali isi kandungan dalam kitab at-Tibyan tentang persoalan semacam ini.
Banyak keterangan dan riwayat yang menjelaskan tentang keutamaan membaca Al-Qur’an di bulan Ramadhan. Suara membaca Al-Quran seperti tadarus, dibaca keras khususnya di malam hari bagaimana?
Ada riwayat hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari atau Abdullah bin Qais bin Sulaim Al-Asy’ari radliyallahu anhu (wafat 44 H / 664 M di Makkah) :
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﻣﻮﺳﻰ، ﻗﺎﻝ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ” ﺇﻧﻲ ﻷﻋﺮﻑ ﺃﺻﻮاﺕ ﺭﻓﻘﺔ اﻷﺷﻌﺮﻳﻴﻦ ﺑﺎﻟﻘﺮﺁﻥ ﺣﻴﻦ ﻳﺪﺧﻠﻮﻥ ﺑﺎﻟﻠﻴﻞ، ﻭﺃﻋﺮﻑ ﻣﻨﺎﺯﻟﻬﻢ ﻣﻦ ﺃﺻﻮاﺗﻬﻢ ﺑﺎﻟﻘﺮﺁﻥ ﺑﺎﻟﻠﻴﻞ، ﻭﺇﻥ ﻛﻨﺖ ﻟﻢ ﺃﺭ ﻣﻨﺎﺯﻟﻬﻢ ﺣﻴﻦ ﻧﺰﻟﻮا ﺑﺎﻟﻨﻬﺎﺭ . رواه البخاري ومسلم
Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda : “Sungguh aku mengenal suara kelompok Kabilah Asyari dengan bacaan Al-Quran di malam hari. Aku tahu tempat mereka dari suara bacaan Al-Qur’an di malam hari, meski aku tak melihat ketika mereka singgah di siang hari” (HR. Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim rahimahumallah)
Hadis tersebut, kemudian ditanggapi oleh Syihabuddin Abul Fadhl Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kinani Al-‘Asqalani Al-Mishri Asy-Syafi’I atau Imam Ibnu Hajar Al-Asqolani rahimahullah (18 Februari 1372 M – 2 Februari 1449 M, Kairo, Mesir) berkata :
ﻭﻓﻴﻪ ﺃﻥ ﺭﻓﻊ اﻟﺼﻮﺕ ﺑﺎﻟﻘﺮﺁﻥ ﺑﺎﻟﻠﻴﻞ ﻣﺴﺘﺤﺴﻦ ﻟﻜﻦ ﻣﺤﻠﻪ ﺇﺫا ﻟﻢ ﻳﺆﺫ ﺃﺣﺪا ﻭﺃﻣﻦ ﻣﻦ اﻟﺮﻳﺎء . فتح الباري
Artinya: “Hadis ini menjelaskan bahwa mengeraskan bacaan Al-Qur’an di malam hari adalah bagus, namun selama tidak mengganggu orang lain dan jauh dari pamer” (Kitab Fath Al-Bari Syarah Shahih Bukhari, 7 / 487)
فصل] فى رفع الصوت بالقراءةهذا فصل مهم ينبغى أن يعتنى به. اعلم انه خاء أحاديث كثيرة فى الصحيح وغيره دالة على استحباب رفع الصوت بالقراءة، وجاءت اثاردالة على استحباب الإخفاء، وخفض الصوت
“(Pasal : membaca al-Qur’an dengan suara keras]Ini adalah merupakan pasal yang PENTING dan PATUT DIPERHATIKAN. Ketahuilah, bahwa banyak hadits dalam kitab shahih dan lainnya menunjukan ANJURAN mengeraskan suara di waktu membaca (al-Qur’an).”
Dalam kitab beliau ini dijelaskan juga tentang beberapa atsar yang menunjukan anjuran merendahkan suara. Lhaaa kok bertentangan satu sama lain?? Untuk memahami akan hal ini, beliau (Imam Nawawi) menjelaskannya secara terperinci, dengan menghadirkan pendapat ulama, seperti yang tertera dalam keterangan berikutnya,
قال الإمام ابوحامد الغزالي وغيره من العلماء:وطريق الجمع بين الأحاديث، والاثارالمختلفه في هذا، أن الإسرار أبعد من الرياء، فهو أفضل فى حق من يخاف ذلك، فان لم يخف الرياء فالجهر ورفع الصوت أفضل، لأن العمل فيه أكثر، ولأفائدته تتعدى إلى غره، والم…تعدي أفضل من اللازم، ولأنه يوقظ قلب القارئ، ويجمع همه إلى الفكرفيه، ويصرف سمعه إليه، ويطرد النوم، ويزيد فى النشاط ، ويوقظ غيره: من نائم وغافل، وينشطه. قالا:فمهما حضره شيئ من هذه النيات، فلاهجر، أفضل، فإن اختمعت هذه النيات، تضاعف الاخر.
Artinya: “Al-Imam Abu Hamid Al-Ghozali dan Ulama lainnya berkata: cara menggabungkan antara hadits-hadits dan atsar-atsar mengenai hal ini, ialah bahwa memelankan suara lebih jauh daripada riya. Merendahkan suara lebih utama bagi orang yang takut berbuat riya. Jika tidak takut berbuat riya, maka MENGERASKAN SUARA LEBIH BAIK karena lebih banyak diamalkan dan berfaedah meluas kepada orang lain. Maka yang demikian (mengeraskan suara hingga terdengar orang lain) LEBIH BAIK dari pada yang hanya mengenai diri sendiri. Dan karena bacaan dengan suara keras menggugah hati pembaca dan mengarahkan pendengarannya kepadanya, mengusir tidur, menambah kegiatan dan menggugah orang lain yang tidur dan orang-orang lali serta menggiatkannya.”
Banyak riwayat yang menyebutkan tentang anjuran mengeraskan suara. Imam Nawawi dalam kitab beliau ini, mengemukakan beberapa hadits yang berkaitan dengan hal ini. Diantaranya, hadits yang diriwayatkan dalam kitab shahih dari Abu Hurairah, sebagai berikut
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : ما أذن لنبي، حسن الصوت، يتغنى بالقران يجهر به ( رواه البخاري و مسل
Artinya: “Dari Abu Hurairah Ra. beliau berkata, “aku mendengar Rasulullah صلى الله عليه وسلم Bersabda, ”Tidaklah Alloh mendengarkan sesuatu seperti yang didengarkan-Nya dari seorang Nabi yang bagus suaranya melagukan al-Qur’an dan MENGERASKAN SUARANYA.” (HR. Bukhari dan Muslim)
وعن ابي موسى ايضا قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إني لأعرف أصوات رفقة الأشعريين بالليل حين يدخلون، وأعرف منازلهم من أصواتهم بالقران بالليل، وإن كنت لم أرمنازلهم حين نزلوا بالنهار(رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Dan dari Abu Musa (al-Asy’ri ra.) bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh aku mengenal suara rombongan al-As’ariy di waktu malam ketika mereka masuk dan aku mengenal tempat-tempat mereka dari suara mereka ketika membaca al-Qur’an di waktu malam, meskipun aku tidak melihat tempat-tempat mereka ketika mereka berhenti di siang hari,” (HR. Bukhari dan Muslim)
TADARUSAN itu bukan BID’AH, apalagi dengan mengeraskan suara, justru inilah amalan sunnah. Terakhir, kami kutipkan keterangan Imam Nawawi dalam kitab beliau, at-Tibyan ini
قلت : وكل هذا موافق لما تقدم تقديره فى أول الفصل من التفصيل، ؤانه إن خاف بسبب الخهر شيئا مما يكره لم يخهر، وإن لم يخف استحب الخهر، إن كانت القراءة من جماعة مجتمعين تأكد استحباب الجهر لما قدمناه، ولما يحصل فيه من نفع غيرهم، والله أعلم
Artinya: “Saya (Imam Nawawi) katakan, semua itu sesuai dengan rincian yang saya jelaskan secara terperinci di awal pasal ini [ فى رفع الصوت بالقراءة ]. Jika takut mengalami sesuatu yang tidak diinginkan dengan sebab mengeraskan suaranya, maka janganlah mengeraskan suara. Jika tidak takut mengalami hal itu, DIANJURKAN MENGERASKAN SUARA. Bilamana pembacaan dilakukan oleh jama’ah secara BERSAMA-SAMA, maka DIANJURKAN DENGAN SANGAT agar MENGERASKAN SUARA berdasarkan alasan yang lalu dan karena manfaat bagi orang lain. Dan Alloh Maha Mengetahui”.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.