darulmaarif.net – Indramayu, 22 November 2022 | 12.00 WIB
“Kebahagiaan adalah merasakan kelezatan atau kenikmatan pada suatu kecenderungan yang menjadi tabiat segala sesuatu.” – Imam al-Ghozali
Kitab “Kimiyaus Sa’adah” merupakan salah satu kitab karya Imam al-Ghozali. Kitab ini beliau tulis dalam bahasa Persia (كميائي سعادات) dan sudah diterjemahkan kedalam beberapa bahasa, antara lain: Arab, Inggris, Italia, Urdu, dll.
Kimiyaus Sa’adah berarti partikel-partikel dalam diri manusia yang di-manage utuk mencapai kebahagian (transmutes base metals into gold). Aspek-aspek kebahagiaan dicapai dengan cara Mengenal Diri, Mengenal Alloh, Mengenal Hakikat Dunia, Mengenal Hakikat Akhirat.
Kimia Kebahagiaan tercapai melalui proses takholly (mengosongkan) dan tahally (menghiasi), yakni: mendidik jiwa dengan cara menjauhi keburukan dan mensucikannya darinya (mengosongkan diri dari keburukan), menggapai keutamaan dan menghiasi jiwa dengannya (amal kebajikan).
Merangkum dalam kitab tersebut, terdapat 4 unsur dalam diri manusia dan corak kebahagiaannya:
Pertama, صفات البهائم (Sifat Kebinatangan) kecenderungan berbahagia dengan terpenuhinya kebutuhan makan, minum, tidur dan kebutuhan seksual; Kedua, صفات السباع (Sifat binatang buas) kecenderungan berbahagia karena bisa memukul dan membunuh; Ketiga, صفات الشياطين (Sifat iblis) berbahagia dengan cara melakukan tindakan makar, kriminal dan tipu muslihat; Keempat, صفات الملائكة (Sifat malaikat) kecenderungan berbahagia karena merasakan indahnya kehadiran Alloh dalam hidupnya. Hal ini dicapai dengan mengenali asal usul dan hakikat diri. Mengenali substansi diri dengan Ilmu. Seperti yang diungkapkan Imam Ghozali:
القلب مفتاح لمعرفة الله
“Kalbu sanubari itu adalah kunci untuk mengenali Alloh.”
Barangsiapa yang sudah hilang kemauan untuk mencapai Ilmu, maka orang itu adalah ibarat orang yang habis seleranya untuk memakan makanan yg baik; atau seperti orang yang lebih suka makan tanah daripada makan roti.
Maka, inti kebahagiaan hakiki adalah hakikat spiritual yang kekal, keyakinan pada hal-hal mutlak tentang hakikat alam, identitas diri dan tujuan hidup. Kesemuanya itu berawal dari ilmu dan bermuara pada mahabbatulloh.
Menurut Imam Al-Ghalozali Qoddasallohu Ruhahu, ada 4 elemen supaya kita mendapatkan kebahagiaan yang sejati. Yakni: mengenal diri (Ma’rifatun Nafs), mengenal Allah (Ma’rifatullah), mengenal dunia (Ma’rifatuddunya), dan mengenal akhirat (Ma’rifatul akhirah).
Mengenal diri (معرفة النفس)
Mengenal diri adalah kunci untuk mengenal Tuhan, sebagaimana dikatakan dalam al-Qur’an:
سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّك اَنَّهٗ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٌ
“Akan Kami tunjukkan ayat-ayat Kami di dunia ini dan dalam diri mereka agar kebenaran tampak bagi mereka”. (Q.s Fushilat: 53)
Ketahuilah, tak ada yang lebih dekat darimu kecuali dirimu sendiri. Jika kau tidak mengetahui dirimu sendiri, bagaimana bisa kau mengetahui yang lain? Pengetahuanmu tentang diri sendiri dari sisi lahiriah, seperti bentuk muka, badan, anggota tubuh, dan lainnya sama sekali tak akan mengantarmu
untuk mengenal Tuhan. Sama halnya, penngetahuanmu mengenai karakter fiskal dirimu, seperti bahwa jika lapar kau makan, jika haus kau minum, jika sedih kau menangis, dan jika syahwat kau nikah, jika marah kau menyerang, bukanlah kunci menuju pengetahuan tentang Tuhan. Bagaimana bisa kau mencapai kemajuan dalam perjalanan ini jika kau mengandalkan insting hewani serupa itu? Ketahuilah, ada tiga sifat yang bersemayam dalam dirimu: hewan, setan, dan
malaikat. Harus kau temukan, mana di antara ketiganya yang aksidental dan mana yang substansial. Tanpa menyingkap rahasia itu, kau tak akan temukan kebahagiaan sejati.
Mengenal Alloh Swt (معرفة الله)
Sebuah hadis Nabi saw. yang terkenal beribunyi:
من عرف نفسه فقد عرف ربه
“Barang siapa mengenal dirinya, sesungguhnya ia mengenal Tuhan-nya.”
Artinya, dengan merenungkan wujud dan sifat-sifatnya, manusia sampai pada sebagian pengetahuan tentang Alloh.
Mengingat banyak orang yang merenungkan dirinya tetapi tak juga menemu Tuhannya, berarti ada cara-cara tersendiri untuk menjalani perenungan itu. Kenyataannya, ada dua metode untuk bisa sampai pada pengetahuan ini. Salah satunya terlalu musykil sehingga tak bisa dicerna kecerdasan biasa dan,
karenanya, lebih baik tidak kita bahas disini. Metode lain adalah sebagai berikut:
Jika seseorang merenungkan dirinya, ia akan mengetahui bahwa sebelumnya ia tidak ada, sebagaimana tertulis dalam Alquran: Tidak kah manusia tahu bahwa sebelumnya ia bukan apa-apa?(Q. 76: 1). Lalu ia akan mengetahui bahwa ia terbuat dari setetes air mani yang tak mengandung intelek, pendengaran, kepala, tangan, kaki, dan seterusnya. Jadi jelaslah, setinggi apapun tingkat kesempurnaannya, ia tidak menciptakan dirinya, bahkan tak kuasa untuk menciptakan meski hanya sehelai rambut. Betapa sangat tak berdayanya manusia ketika ia hanya berupa setetes mani! Jadi, sebagaimana telah dijelaskan, ia mendapati wujudnya sebagai miniatur atau pantulan dari kekuasaan, kebijakan, dan cinta Sang Maha Pencipta. Jika semua orang pintar dari seluruh dunia dikumpulkan dan hidup mereka diperpanjang sampai waktu yang tak terbatas, mereka tak akan bisa memperbaiki sedikit saja dari struktur jasad manusia, yang terkecil sekalipun.
Mengenal Dunia (معرفة الدنيا)
Dunia ini adalah sebuah panggung atau pasar yang disinggahi para musafir dalam perjalanan mereka ke tempat lain. Di sinilah mereka membekali diri dengan berbagai perbekalan. Dengan bantuan perangkat indriawinya, manusia harus memperoleh pengetahuan tentang ciptaan Allah dan, melalui perenungan terhadap semua ciptaan-Nya itu, ia akan mengenal Allah. Pandangan manusia mengenai Tuhannya akan menentukan nasibnya di masa depan. Untuk memperoleh pengetahuan inilah ruh manusia diturunkan
ke dunia tanah dan air. Selama indranya masih berfungsi, ia akan menetap di alam ini. Jika semuanya telah sirna dan yang gal hanya sifat-sifat esensinya, berarti ia telah pergi ke “alam lain”. Selama hidup di dunia ini, manusia harus menjalankan dua hal penting, yaitu melindungi dan memelihara jiwanya, serta merawat dan mengembangkan jasadnya. Jiwa
akan terpelihara dengan pengetahuan dan cinta kepada Allah. Sebaliknya, jiwa akan hancur jika seseorang terserap dalam kecintaan kepada sesuatu selain Allah. Sementara itu, jasad hanyalah hewan tunggangan bagi jiwa, yang kelak akan musnah. Setelah kehancuran jasad, jiwa akan abadi. Kendati
demikian, jiwa harus merawat jasad layaknya seorang pedagang yang selalu merawat unta tunggangannya. Tetapi jika ia menghabiskan waktunya untuk memberi makan dan
menghiasi untanya, tentu rombongan kafilah akan meninggalkannya dan ia akan mati sendirian di padang pasir.
Mengenal Akhirat (معرفة الاخرة)
Orang yang memercayai Alquran dan Sunah sudah tidak asing lagi dengan konsep nikmat surga dan siksa neraka yang menanti di akhirat. Namun, ada hal penting yang sering mereka luputkan, yakni bahwa ada surga ruhani dan neraka ruhani. Mengenai surga ruhani, Allah berfirman kepada Nabi-Nya, bertakwa”Tak pernah dilihat mata, tak pernah didengar telinga, dan tak pernah terlintas dalam hati manusia, itulah nikmat yang disiapkan bagi orang yang bertakwa.”
Hati orang yang tercerahkan memiliki satu jendela yang terbuka ke arah dunia ruhani sehingga ia dapat mengetahui—bukan dari kabar angin atau kepercayaan tradisional, melainkan teralami secara nyata—penyebab segala kerusakan dan kebahagiaan jiwa, sejelas dan senyata pengetahuan seorang dokter mengenai segala penyebab rasa sakit atau pendukung kesehatan. Ia tahu bahwa pengetahuan tentang Allah dan ibadah kepada-Nya menjadi obat bagi jiwa, sementara kebodohan dan dosa menjadi racun yang merusaknya. Orang yang mau mempelajari masalah ini dengan pikiran yang bersih dari prasangka akan sampai pada keyakinan yang jelas mengenai masalah ini.
Dengan mengetahui 4 elemen dalam diri manusia tersebut, kita akan mereguk kebahagiaan yang sejati. Tidak mudah menjadi manusia yang mudah galau dan bersedih hati.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.