darulmaarif.net – Indramayu, 16 Desember 2022 | 08.00 WIB
Afatul lisan adalah dua ungkapan kata yang memiliki arti bahaya lidah. Hal ini bukan berarti lidah selalu membawa mudhorat bagi manusia, karena lidah juga bermanfaat bagi manusia. Dengan lidah seseorang dapat berbicara dan menyampaikan maksud yang diinginkan. Lisan juga menjadi jembatan komunikasi antar sesama.
Namun, harus disadari pula bahwa betapa banyak orang yang tergelincir karena lisannya, akibat ketidak mampuan pemilik lisan menjaga dari ucapan dan kata-kata yang keluar dari lisan tersebut. Karena itu, sangatlah urgen dalam kehidupan seorang Muslim memahami bahaya dari lisan sebagaimana juga memahami akan manfaat lisan tersebut.
Dua hal penting yang sering diingatkan Islam kepada kita-manusia- adalah menjaga dan memelihara dengan baik lisan dan tingkah laku.
Dalam hal berbicara, kita banyak disuguhkan oleh buku-buku publik speaking, trainer-trainer public speaker handal, workshop pelatihan bicara di depan publik, dan lain sebagainya. Padahal, seni berbicara sejati ada pada teladan yang diajarkan baginda Nabi dalam pribadinya.
Tiada sesuatu pun yang menyangkut dirinya, baik kecil maupun besar, melainkan tersebut di dalam kitab-kitab Syamailul Muhammadiyyah. Sehingga kita dapat menemukan bagaimana cara Rasulullah saw. berpakaian, duduk, bangun tidur, tertawa, tersenyum, berjalan, beribadah di malam hari maupun di siang hari, perbuatannya tatkala mandi, ketika makan, ketika minum, demikian pula bagaimana beliau berbicara dengan orang lain, cara menyapa ketika beliau bertemu dengan orang lain, warna kesukaannya, serta seluruh sifat yang terpuji yang senantiasa menghiasi dirinya serta pribadinya. Rasanya tidak berlebihan bila kita mengatakan :
“Tiada seorang pun di dunia ini yang sejarah hidupnya tercatat begitu lengkap dan terperinci sebagaimana perihidup Rasulullah saw. penutup semua nabi.”
Di antara kitab yang amat sempurna menceritakan pribadi dan budi pekerti Rasulullah saw. adalah kitab asy-Syama-ilul Muhammadiyyah yang dianggit oleh imam al-Hafldzh al-Muhaqqiq Muhammad bin ‘Isa at-Tirmidzi.
Cara bicara Rasulullah SAW merupakan informasi yang sangat penting untuk kita ketahui bersama, sebab seperti kita ketahui bicara merupakan sesuatu yang sangat fital; salah bicara bisa berakibat fatal. Bila saja kita salah dalam berucap, atau tidak pandai mengolah dan mengatur kata dengan baik, maka selain dapat membuat orang lain terluka bukan hal yang tak mungkin juga akan merusak dunia hingga akhirat kita.
Banyak orang berkata, luka karena benda tajam dapat hilang tapi luka karena lidah tidak bisa hilang. Layaknya kita menancapkan paku pada sebuah papan kayu kemudian kita palu, sekali pun sudah dilepas maka akan tetap berbekas. Begitulah ilustrasi dari bahayanya lidah yang melontarkan kata yang salah, sekalipun dimaafkan namun luka di hati masih membekas.
Oleh karena itu, baginda Nabi kita yang agung menganjurkan untuk kita senantiasa berbicara yang baik atau diam. Dalam kesempatan lain, beliau juga bersabda bahwa seorang muslim adalah seseorang yang orang muslim lainnya selamat dari ganguan lisan dan tangannya.
Atas dasar itu, kita akan membahas cara bicara Rasulullah saw. seperti yang telah dijelaskan dalam kitab Asy-Syama-ilul Muhammadiyyah. Semoga dengan mengetahuinya lisan kita senantiasa mampu mengeluarkan kata-kata yang baik dan penuh hikmah, sehingga dapat membuat kita terhindar dari menyakiti orang lain, atau menumpuk dosa karena bicara yang salah. Adapun penjelasan kitab tersebut mengenai bab ini adalah sebagai berikut:
ماكان رسول اللّه ص.م يسرد كسردكم هذا، ولكنه كان يتكلم بكلام بين فصل، يحفظه من جلس إليه
Rasulullah saw. tidak berbicara cepat sebagaimana kalian. Tetapi beliau berbicara dengan kata-kata yang jelas dan tegas. Orang yang duduk bersamanya akan dapat menghafal (katakatanya).
Diriwayatkan oleh Humaid bin Mas‘adah al-Bashriyyi dari Humaid al-Aswad dari ‘Usamah bin Zaid dari Zuhri dari “Urwah yang bersumber dari ‘Aisyah r.a.
Anas bin Malik r.a. bercerita:
كان رسول اللّه ص.م يعيد الكلمة ثلاثا لتعقل عنه
Rasulullah saw. suka mengulang kata-kata yang diucapkammya sebanyak tiga kali agar dapat dipahami.
Diriwayatkan oleh Muhammad bin Yahya dari Abu Qutaibah – Muslim bin Qutaibah – dari ‘Abdullah bin al-Mutsani dari Tsumamah yang bersumber dari Anas bin Malik r.a.
الحسن بن علي رضي الله تعالى عنهما قال:
«سألت خالي هند بن أبي هالة وكان وصافا، فقلت صف لي منطق رسول الله صلى الله عليه وسلم، قال كان رسول الله صلى الله عليه وسلم متواصل الأحزان، دائم الفكرة، ليست له راحة، طويل السكت، لا يتكلم في غير حاجة، يفتتح الكلام ويختمه (باسم الله تعالى) ويتكلم بجوامع الكلم، كلامه فصل، لا فضول ولا تقصير، ليس بالجافي ولا المهين، يعظم النعمة وإن دقت لا يذم منها شيئا غير أنه لم يكن يذم ذواقا ولا يمدحه، ولا تغضبه الدنيا ولا ما كان لها فإذا تعدى الحق لم يقم لغضبه شيء حتى ينتصر له ولا يغضب لنفسه ولا ينتصر لها، إذا أشار أشار بكفه كلها، وإذا تعجب قلبها وإذا تحدث اتصل بها، وضرب براحته اليمنى بطن إبهامه اليسرى، وإذا غضب أعرض وأشاح، وإذا فرح غض طرفه، جلّ ضحكه التبسم، يفترّ عن مثل حبّ الغمام.
Al-Hasan bin Ali r.a bercerita:
Aku bertanya kepada pamanku Hind bin Abu Halah. Ia adalah seorang ahli dalam meriwayatkan tentang sifat Rasulullah saw..
Tanyaku, “Ceritakan kepadaku cara Rasulullah saw. berbicara!“
Pamanku menjawab. “Rasulullah saw. adalah seorang yang banyak mengenyam kesusahan. Beliau selalu berfikir (bahkan hampir) tidak sempat beristirahat santai. Beliau lebih banyak diam (tidak berbicara), beliau tiada bicara kecuali apabila perlu. Membuka dan menutup pembicaraannya dengan menyebut nama Allah swt. Isi pembicaraannya padat dengan makna tutur-katanya jelas, tiada yang sia-sia dan tiada pula yang kurang di pahami. Beliau tiada berlaku kasar dan tiada pernah menghina. Setiap eberian Nikmat dari Alloh swt dibesarkannya walaupun hanya sedikit.
Selain itu, beliau tak pernah mencaci makanan dan minuman, juga tak pernah memujinya. Tidaklah dunia menjadikannya marah dan tidak pula beliau marah karena dunia. Bila kebenaran dilanggar orang, maka tidak ada sesuatu yang akan mampu menahan amarahnya sampai beliau dapat memenangkan kebenaran itu. Beliau tidak akan marah kalau hanya karena dirinya dan tidak pula beliau akan membela diri beliau sendiri.
Bila beliau menunjuk (sesuatu), beliau tunjuk dengan tangan seutuhnya (bukan hanya dengan jari). Bila beliau kagum, beliau balikkan tangannya. Bila beliau bercakap-cakap, beliau hubungkan tangannya dan dipukulkannya telapak tangannya yang kanan ke perut ibu jarinya yang kiri Bila beliau marah, beliau akan memalingkan wajahnya, sedangkan bila beliau senang dipejamkannya matanya. Sebesar-besar ketawanya hanya tersenyum. Bila beliau tertawa, kelihatan manis sekali bagaikan butiran salju (terlihat giginya yang putih).”
Diriwayatkan oleh Suban bin Waki‘ dari Jumai bin ‘Umar bin ‘Abdurrohman al-‘Ijli, ia berkata bahwa ia mendengar dari seorang Iaki-laki Bani Tamim yang katanya dari putra Abu Halah — suami Khadijah Ummul Mukminin sebelum menjadi istri Rasulullah saw. – yakni Abu ‘Abdillah yang bersumber dari Hasan bin ‘Ali k.w.
Keterangan :
Hind bin Abu Halah adalah saudara seibu Fathimah binti Rasulullah saw.. Ia adalah anak Khadijah r.a. dari suaminya terdahulu yang bernama Abu Halah. Hind wafat pada waktu Waqi‘atul Jamal di pihak Ali k.w.
Begitu juga dengan hadis berikut, Nabi Saw selalu menghadapkan seluruh wajah beliau ketika menyimak lawan bicara:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اتَّخَذَ خَاتَمًا فَلَبِسَهُ قَالَ شَغَلَنِي هَذَا عَنْكُمْ مُنْذُ الْيَوْمَ إِلَيْهِ نَظْرَةٌ وَإِلَيْكُمْ نَظْرَةٌ ثُمَّ أَلْقَاهُ.
“Dari Ibnu Abbas r.a, beliau berkata, “Rasulullah Saw membuat cincin dan memakainya. Beliau bersabda: ‘Sejak hari itu cincin ini telah menyibukkan aku dari urusan kalian, aku melihat kepadanya dan melihat kepada kalian.’ Setelah itu beliau membuangnya.” (HR. Nasa’i).
Beberapa poin yang bisa diambil dari hadis-hadis diatas jika kita ingin meniru sunnah Rasulullah SAW ketika berbicara :
- Berbicara yang manfaat dan seperlunya.
- Selalu memulai dan mengakhiri pembicaraan dengan menyebut nama Allah.
- Pembicaraan bersifat padat, detail dan jelas.
- Berbicara dengan lembut dan tidak merendahkan lawan bicara.
- Jika menunjuk sesuatu dalam berbicara, gunakanlah seluruh telapak tangannya, jangan hanya jari telunjuk saja agar jangan terkesan lebih tinggi dari orang lain.
- Selalu membalikkan telapak tangan jika merasa takjub atau terkejut.
- Membantu pembicaraan dengan sedikit gerakan tangan agar lebih mudah difahami.
- Jika merasa marah dengan lawan bicara, hendaklah memalingkan badan. Hal ini dilakukan agar tidak meladeni lawan bicara dan meredam emosi.
- Merespon dengan ekspresi yang tepat terhadap pembicaraan yang memang lucu dan menyenangkan. Hal ini dilakukan untuk menghormati dan menyenangkan lawan bicara.
- Menghadapkan seluruh badan dan wajah kepada lawan bicara.
- Hindari main HP atau sejenisnya saat menyimak lawan bicara yang dapat memalingkan fokus ke wajah orang lain saat diajak bicara (seperti yang diysariatkan baginda Nabi yang membuang cincinnya akibat kurang fokus saat diajak bicara) .
Begitulah gambaran umum akhlak dan ciri khas Rasulullah SAW ketika berbicara kepada siapa saja.
Jika seluruh umat Islam mencontoh sunnah Rasulullah Saw ketika berbicara, tentu dunia ini terasa begitu damai.
Cara bicara seperti ini berlaku untuk siapa saja, berlaku untuk atasan kepada bawahannya, suami kepada istri dan anak-anaknya, majikan kepada pembantunya, pemimpin kepada seluruh anggotanya dan siapaun dan apapun kedudukannya.
Sudah saatnya kita menyimak lawan bicara dengan maksimal. Letakkan Handphone dan Gadget kita mulai sekarang dan seterusnya ketika rapat, diskusi, ngobrol dan bercengkrama dengan orang lain. Itu merupakan bagian dari manhaj akhlak Nubuwwah dalam berbicara ala baginda Nabi.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.