Jelang Idul Adha, Inilah Beberapa Hal yang Patut Diketahui Tentang Ibadah Qurban

darulmaarif.net – Indramayu, 28 Juni 2023 | 10.00 WIB

Banyaknya keutamaan di dalam ibadah qurban sebaiknya ketahui juga bagaimana hukum qurban itu sendiri bagi umat Islam. Hukum dari ibadah qurban ini adalah sunnah muakkad, tetapi ada beberapa hukum lainnya yang juga diakui oleh sejumlah ‘Ulama.

Alloh memberi kesempatan pada umatnya untuk lebih mendekatkan diri pada-Nya dengan cara berqurban. Qurban juga menjadi bagian dari rasa syukur manusia pada Alloh atas segala nikmat yang diberi oleh Nya.

Definisi Qurban Dalam Terminologi Fiqh

Dalam Fiqh Syafi’i istilah Qurban menggunakan Adhaahi / jama’ dari Dhahiyyah (lihat al Umm juz II halaman 243, Daar al Fikr, dan lihat Raudhah juz I halaman 348, maktabah syamilah) , Tadalahiyyah (lihat Raudhah juz I halaman 348, maktabah syamilah) dan Udlhiyyah (lihat al Muhadzdzab / Al Majmu’ 8/382, maktabah syamilah). Dijelaskan dalam kitab Fat_hul Wahhab / Hamisy Hasyiyah al- Jamal ‘alaa Syarhil Manhaj juz IV halaman 250, cetakan Daar Ihya at Turaats al ‘Arabi, Beirut / juz 22 halaman 143, maktabah syamilah:

كِتَابُ الْأُضْحِيَّةِ

وَهِيَ مَا يُذْبَحُ مِنْ النَّعَمِ تَقَرُّبًا إلَى اللَّهِ تَعَالَى مِنْ يَوْمِ عِيدِ النَّحْرِ إلَى آخِرِ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ كَمَا سَيَأْتِي وَهِيَ مَأْخُوذَةٌ مِنْ الضَّحْوَةِ سُمِّيَتْ بِأَوَّلِ زَمَانِ فِعْلِهَا وَهُوَ الضُّحَى

“Udhiyyah yaitu hewan yang disembelih dari binatang ternak yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah mulai dari hari ‘iidin nahri (hari raya nahr/ idul adha) sampai akhir hari tasyriq. Udhiyyah diambil dari kata Dhahwah. Udhiyyah dinamakan dengan awal waktu pelaksanaannya, yaitu waktu Dhuha.”

Sementera istilah Qurban cakupannya lebih luas. Dalam kitab al Mausuu’atul Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah juz V halaman 74 (maktabah syamilah) dijelaskan:

اَلْقُرْبَانُ : مَا يَتَقَرَّبُ بِهِ الْعَبْدُ إِلَى رَبِّهِ ، سَوَاءُ أَكَانَ مِنَ الذَّبَائِحِ أَمْ مِنْ غَيْرِهَا

وَالْعَلَاقَةُ الْعَامَّةُ بَيْنَ الْأُضْحِيَّةِ وَسَائِرِ الْقَرَابِيْنِ أَنَّهَا كُلَّهَا يُتَقَرَّبُ بِهَا إِلَى اللهِ تَعَالَى ، فَإِنْ كَانَتْ الْقَرَابِيْنُ مِنَ الذَّبَائِحِ كَانَتْ عَلَاقَةُ الْأُضْحِيَّةِ بِهَا أَشَدَّ ، لِأَنَّهَا يَجْمَعُهَا كَوْنُهَا ذَبَائِحَ يُتَقَرَّبُ بِهَا إِلَيْهِ سُبْحَانَهُ ، فَالْقُرْبَانُ أَعَمُّ مِنَ الْأُضْحِيَّةِ

“Qurban yaitu apa-apa yang dijadikan oleh seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya, baik berupa sembelihan atau yang lainnya. Pertalian antara keduanya secara umum adalah kesemuanya untuk mendekatkan diri kepada Alloh Ta’ala. Dan jika qurban berupa sembelihan maka pertalian udhiyyah (Qurban) dengannya lebih sangat, karena pertalian tersebut mengumpulkan adanya udhiyyah menjadi sembelihan yang dijadikan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, Maha Suci Dia (Dengan demikian) Qurban lebih umum dari Udhiyyah.”

Sejarah Kurban Nabi dan Para Sahabat

Menyembelih hewan qurban juga menjadi bentuk kepasrahan pada Alloh dan simbol ketakwaan serta kecintaan padaNya. Untuk mendekatkan diri pada Allah maka manusia harus dapat mengharap ridlo-Nya.

Para nabi juga sudah diperintahkan berkurban mulai dari Nabi Adam ‘Alaihissalam hingga baginda Nabi Muhammad Saw. Inilah sejarah qurban para nabi di zamannya yang perlu diketahui:

Qurban di Zaman Nabi Adam

Diawali dengan adanya perselisihan antara anak Nabi Adam dan Siti Hawa yang bernama Habil dan Qabil.

Habil lahir kembar dengan Labuda dan Qabil lahir kembar dengan Iqlima, kemudian sesuai perintah Allah Habil harus menikahi Iqlima dan Labuda harus menikah dengan Qabil. Sehingga mereka tidak boleh menikah dengan pasangan kembarnya.

Namun Qabil menolak hal itu karena ia beranggapan Iqlima lebih cantik dari Labuda. Perselisihan tersebut akhirnya ditengahi dengan perintah dari Alloh, yaitu persembahan kurban dari Habil dan Qabil untuk syarat menikah. Namun, qurban Qab tidak diterima oleh Alloh Swt. Alloh Ta’ala berfirman:

وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ ابْنَيْ ءَادَمَ بِالْحَقِّ إِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ أَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الآخَرِ قَالَ لأَقْتُلَنَّكَ قَالَ إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan qurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa”. (Q.s Al-Maidah) ayat 27)

Qurban di Zaman Nabi Ibrahim

Sejarah kurban pada zaman Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam sudah banyak didengar, dan menjadi salah satu cerita awal kurban yang sebenarnya. Semuanya diawali dengan wahyu dari Alloh untuk Nabi Ibrahim untuk mempersembahkan anaknya yaitu Nabi Ismail sebagai kurban.

Hal itu tentu menjadi hal yang lebih berat bagi Nabi Ibrahim yang sudah menunggu kehadiran buah hati sejak lama. Namun Nabi Ibrahmin tetap berprasangka baik pada Alloh dan meyakini kebesaran Alloh Swt.

Saat beliau diperintahkan Alloh Ta’ala untuk menyembelih anaknya, Ismail ‘alaihissalaam. Diceritakan dalam QS 37 (Ash Shaffat) ayat 102-106:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Qurban di Zaman Nabi Muhammad Saw

Syariat kurban terus berkembang, dari sejak zaman Nabi Adam hingga ke zaman Nabi Muhammad. Kemudian akan terus berkembang sampai sekarang dan sampai akhir zaman. Perintah kurban ini juga sudah diriwayatkan dan diabadikan di dalam Al-Qur’an.

Nabi Muhammad pernah berkurban dua ekor kambing yang berwarna putih dengan tanduknya yang besar. Nabi Muhammad melaksanakan kurban ketika melaksanakan Haji Wada yang dilaksanakan di Mina.

Rosululloh Saw berqurban 100 ekor unta lalu disembelih sekitar 63 ekor dengan menggunakan tangannya sendiri. Sisa unta yang lain disembelih oleh Ali Bin Abu Tholib dan keseluruhannya disembelih setelah usai shalat Idul Adha.

Kurban di zaman Nabi Muhammad menjadi sejarah kurban yang sempurna, dan terus dilakukan hingga saat ini oleh umat Islam di seluruh dunia.

Hukum Kurban Menurut Para Ulama

Dalam kitab Fiqh Madzhab Syafi’i, matan Abu Syuja’ (Taqrib) dijelaskan:

وَالْأُضْحِيَّةُ سُنَّةٌ مُؤَكَّدَةٌ

(Berqurban hukumnya sunnah muakkad)

Dalam kitab Al-Iqna’ fii Halli Alfaadzi Abi Syujaa’ juz II halaman 278, cetakan Al Ma’aarif / juz II halaman 588, maktabah syamilah, dijelaskan:

وَالْأُضْحِيَّةُ ) بِمَعْنَى التَّضْحِيَةِ كَمَا فِي الرَّوْضَةِ لَا الْأُضْحِيَّةِ كَمَا يُفْهِمُهُ كَلَامُهُ لِأَنَّ الْأُضْحِيَّةَ اسْمٌ لِمَا يُضَحَّى بِهِ

“Udhiyyah dengan arti Tahdiyyah (berqurban) sebagaimana dalam kitab ar Raudhah, bukan arti Udhiyyah sebagaimana yang difahami dari ucapan mushannif. Karena Udhiyyah adalah nama hewan yang untuk berqurban.”

سُنَّةٌ ) مُؤَكَّدَةٌ فِي حَقِّنَا عَلَى الْكِفَايَةِ إنْ تَعَدَّدَ أَهْلُ الْبَيْتِ فَإِذَا فَعَلَهَا وَاحِدٌ مِنْ أَهْلِ الْبَيْتِ كَفَى عَنْ الْجَمِيعِ وَإِلَّا فَسُنَّةُ عَيْنٍ

Hukumnya sunnah muakkad untuk kami (umat Islam) dengan sunnah kifayah (jika ada satu yang melakukan, maka yang lain gugur perintah melakukannya) apabila ahli rumah berbilang jumlahnya. Jika tidak berbilang (maksudnya hanya satu orang) maka hukumnya sunnah ‘ain.

Imam Maawardi dalam Kitab al Haawi Al-Kabiir juz 15 halaman 75, maktabah syamilah, menerangkan:

وَإِذَا ضَحَّى بِشَاةٍ أَقَامَ بِهَا السُّنَّةَ ، وَإِنْ كَثُرَ أَهْلُهُ وَلَا يُؤْمَرُ أَنْ يُضَحِّيَ عَنْ كُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ

“Jika seseorang (dalam keluarga) telah berqurban dengan kambing maka dia telah menjalankan sunnah walaupun banyak keluarganya. Masing-masing orang dari keluarga orang tersebut tidak diperintahkan berqurban.”

Kautamaan Qurban

Dalam Kitab Hasyiyah Asy Syarqaawi ‘alaa Tuhfatiththullaab juz II halaman 463, cetakan Daar al Fikr, Beirut: Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda:

مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلاً اَحَبَّ اِلَى اللهِ مِنْ إِرَاقَةِ الدَّمٍ اِنَّهَا لَتَأْتِى يَوْمَ اْلقِيَامَةِ بِقُرُوْنِهَا وَ اَظْلاَفِهَا وَاِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنَ اللهِ قَبْلَ اَنْ يَقَعَ مِنَ اْلاَرْضِ فَطِيْبُوْا بِهَا نَفْسًا.

“Tidak beramal anak Adam pada hari Nahr (‘Iedul Adha) yang paling disukai Allah selain daripada mengalirkan darah (menyembelih qurban). Qurban itu akan datang kepada orang-orang yang melakukannya pada hari qiyamat dengan tanduk dan kukunya. Darah qurban itu lebih dahulu jatuh ke suatu tempat yang disediakan Allah sebelum jatuh ke atas tanah. Oleh sebab itu, berqurbanlah dengan senang hati.”

Dalam Kitab Hasyiyah Asy Syarqaawi ‘alaa Tuhfatiththullaab berikutnya:

وَذَكَرَ الرَّافِعِيُّ وَابْنُ الرِّفْعَةِ حَدِيثَ عَظِّمُوا ضَحَايَاكُم فَإِنَّهَا عَلَى الصِّرَاطِ مَطَايَاكُمْ وَهُوَ فِيْ مُسْنَدِ الْفِرْدَوْسِ لِأَبِيْ مَنْصُوْرٍ الدَّيْلَمِيْ لَكِنْ بِلَفْظِ اِسْتَفْرِهُوْ بَدَلَ عَظِّمُوْا

“Imam Rofi’i dan Imam Ibnurrurrif’ah menuturkan hadits: ‘Adzhimuu Dlohaayakum Fa Innahaa ‘Alasshiroothi Mathooyaakum. (Besarkanlah hewan-hewan qurban kalian, karena sesungguhnya hewan itu akan menjadi tumpangan kalian di shiroth). Hadits ini dalam Musnad Firdaus li Abii Manshuur ad Dailami, akan tetapi dengan lafadz: Istafrihuu (pilihlah yang bagus) sebagai pengganti lafadz: ‘Aadzimuu (besarkanlah).”

Itulah beberapa hal yang perlu diketahui terkait ibadah qurban, baik dari sisi sejarah, hukum maupun manfaat qurban bagi umat Islam seluruhnya.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.