Harus Malam Hari! Mengapa Niat Puasa Ramadhan Tidak Bersamaan Saat Fajar Tiba?

darulmaarif.net – Indramayu, 30 Maret 2023 | 10.00 WIB

Niat merupakan syarat sah diterima atau tidaknya amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan pahala kecuali berdasarkan niat (karena Alloh Swt). Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/rutinitas) adalah niat. Niat dalam term ilmu fiqh secara etimologi adalah menyengaja (القصد), sedangkan dalam terminologi adalah:

النية : قصد الشيء مقترنا بفعله، ومحلھا القلب، والتلفظ بھا سنة… (متن سفينة النجا / ١٩)

Artinya: “Niat adalah menyengaja melakukan sesuatu bersamaan dengan pekerjaannya. Tempatnya niat adalah di hati. Melafalkan Niat secara lisan hukumnya adalah sunnah.” (Syekh Salim bim Sumair, Safinatun Naja, hal.19)

Niat, dalam kitab Arba’in Nawawi disebutkan:

عَنْ أَمِيْرِ الْمُؤْمِنِيْنَ أَبِيْ حَفْصٍ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُوْلُ : إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى . فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ . [رواه إماما المحدثين أبو عبد الله محمد بن إسماعيل بن إبراهيم بن المغيرة بن بردزبة البخاري وابو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري في صحيحيهما اللذين هما أصح الكتب المصنفة.

Artinya: “Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar Rasululloh Saw bersabda: Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Alloh dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Alloh dan Rosul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan”. (Hadits kesatu).

Salah satu syarat sahnya puasa adalah membaca niat pada malam hari (تبييت), Tetapi terkadang ada juga yang lupa tidak membaca niat puasa dan baru ingat ketika sudah selesai sholat Subuh. Dari situ timbul pertanyaan mengapa niat puasa tidak berbarengan dengan pekerjaannya, yakni puasa itu sendiri? Kenapa niatnya harus tengah malam, padahal puasa nya baru setelah keluar fajar?

Niat puasa wajib adalah harus malam hari, dan ketentuan ini adalah pengecualian dari ta’rif niat yang diatas. Bahkan kalau seseorang ketika melakukan niat puasa wajib kok bareng dengan fajar, maka menurt qoul yang Ashoh puasanya tidak sah.

Sebagaimana dijelaskan dalam kitab Hasyiyah Bujaromy ‘alal Khotib sebagai berikut:

وَيُشْتَرَطُ لِفَرْضِ الصَّوْمِ مِنْ رَمَضَانَ أَوْ غَيْرِهِ كَقَضَاءٍ أَوْ نَذْرِ التَّبْيِيتُ وَهُوَ إيقَاعُ النِّيَّةِ لَيْلًا لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : { مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ النِّيَّةَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ} وَلَا بُدَّ مِنْ التَّبْيِيتِ لِكُلِّ يَوْمٍ لِظَاهِرِ الْخَبَر

Artinya: “Disyaratkan dalam melaksanakan puasa fardlu Ramadhan atau lainnya seperti puasa qodho atau puasa nadzar untuk tabyit, yakni melakukan niat pada malam hari sebagaimana disebutkan dalam hadits Rasululloh Saw: ‘Barang siapa tidak berniat puasa sebelum fajar (malam hari) maka dianggap tidak berpuasa.’ Oleh karena itu, niat berpuasa harus dilakukan setiap hari berdasar pada redaksi dzohir hadits tersebut.” (Syekh Sulaiman bin Muhammad bin ‘Umar al-Bujairimi al-Syafi’i, Hasyiyah Al Bujaromy ala Al Khotib, Juz 6, hal. 424).

Dalam kitab Ashnal Mathoolib fii Syarhi Roudlotit Tholib juz 1 halaman 28 disebutkan:

أسنى المطالب في شرح روض الطالب – (ج 1 / ص 28)
وَإِنَّمَا لم يُوجِبُوا الْمُقَارَنَةَ في الصَّوْمِ لِعُسْرِ مُرَاقَبَةِ الْفَجْرِ وَتَطْبِيقِ النِّيَّةِ عليه.

Artinya: “Dan sesungguhnya tidak wajib muqoronah (bersmaaan niat) pada puasa karena sulitnya meneliti/mengantisipasi fajar dan menyesuaikannya. (Lihat Asnal Mathoolib juz 1 hal 28)

Dan dalam kitab Tuhfatul Muhtaaj Juz II halaman 341 dijelaskan:

تحفة المحتاج في شرح المنهاج – (ج ٢ / ص ٣٤١)
( قَوْلُهُ : مُقْتَرِنًا بِفِعْلِهِ ) أَيْ فِعْلِ ذَلِكَ الشَّيْءِ فَيَجِبُ اقْتِرَانُهَا بِفِعْلِ الشَّيْءِ الْمَنْوِيِّ إلَّا فِي الصَّوْمِ فَلَا يَجِبُ فِيهِ الِاقْتِرَانُ بَلْ لَوْ فَرَضَ وَأَوْقَعَ النِّيَّةَ فِيهِ مُقَارِنَةً لِلْفَجْرِ لَمْ يَصِحَّ لِوُجُوبِ التَّبْيِيتِ فِي الْفَرْضِ فَهُوَ مُسْتَثْنًى مِنْ وُجُوبِ الِاقْتِرَانِ.

Artinya: “Menggabungkan niat dengan perbuatan adalah wajib kecuali dalam hal puasa. Dalam puasa hal itu tidak wajib bahkan kalaupun niat puasa Ramadhan dilakukan bersamaan dengan munculnya fajar maka hukumnya tidak sah sebab tidak memenuhi syarat tabyitun niyyat. Niat puasa dikecualikan dari wajibnya iqtiron (menggambungkan dengan pekerjaan niat) (Imam Ibnu Hajar Al Haitsami, Tuhfatul Muhtaaj fi Syarhi Minhaj, Juz 2, Hal. 341)

Dalam kitab Hasyiyah Qolyubi Juz II halaman 66 juga dijelaskan alasan mengapa niat puasa tidak iqtiron dengan pekerjaannya.

حاشية قليوبي – (ج 2 / ص ٦٦)
( لما تعذر اقترانها ) لعل المراد لما تعذر صحة الصوم مع اقترانها لأنه جزء من النهار , ولو كان مراده مشقة الاقتران لقال لعسر مراقبة الفجر كما قاله غيره.

Artinya: “(Bila tidak memungkinkan untuk digabungkan) Barangkali yang dimaksud adalah puasanya menjadi tidak sah dengan iqtiron (digabung) karena itu bagian dari hari, dan jika yang dimaksud adalah susahnya iqtiron, maka beliau mushonnif (kitab Al-Mahalli) akan mengatakan karena sulitnya untuk mengamati/mengantisipasi fajar, seperti yang telah dikatakan oleh yang lainnya.” (Hasyiyah Qolyubi, Juz 2 hal. 66)

Dari keterangan diatas bisa kita pahami bahwa alasan niat puasa Ramadhan tidak bersamaan dengan waktu memulai ibadah ini. Jadi, berbeda dengan niat-niat pada ibadah yang lain karena ada hadist Nabi muhammad Saw yang menjelaskan bahwa niat puasa fardlu seperti puasa Ramadhan harus dilakukan di malam hari. Kemudian Ulama’ memperkuatnya dengan alasan kita kesulitan memastikan munculnya waktu fajar dengan tepat.

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.