Fakta Menarik Film Ipar Adalah Maut, Ternyata Terinspirasi dari Hadits Nabi

darulmaarif.net – Indramayu, 11 Juni 2024 | 07.00 WIB

Salah satu film bergenre drama romance akan meramaikan layar lebar Indonesia pada tanggal 13 Juni 2024 mendatang. Berjudul Ipar Adalah Maut, karya yang mendapat arahan dari sutradara senior Hanung Bramantyo itu menjanjikan cerita yang penuh emosi tentang dinamika kehidupan pernikahan pasangan muda.

Sejak pertama kali judul film ini diumumkan, Ipar Adalah Maut langsung jadi perbincangan hangat netizen di media sosial. Sebab, cerita film ini dianggap dekat dengan kehidupan sehari-hari. Premis film ini juga mengangkat hal yang belakangan ramai jadi buah bibir netizen di media sosial, yakni perselingkuhan.

Konten kreator Eliza Sifaa mengungkap inspirasi dari judul cerita viralnya Ipar Adalah Maut. Judul itu ternyata ditemukan sendiri oleh Eliza yang terinspirasi dari sebuah hadits Nabi. Cerita Ipar Adalah Maut kemudian dibuat dan dibagikan lewat TikTok @elizasifaa.

Perempuan asal Malang itu lalu mengecek ketersediaan Ipar Adalah Maut sebagai judul. Setelah memastikan semuanya aman, Eliza Sifaa pun memberikan judul Ipar Adalah Maut untuk ceritanya.

Sekali lagi, fakta menariknya film Ipar adalah Maut yang sedang ramai diperbincangkan tersebut ternyata terinspirasi dari sebuah hadits Nabi. Pertanyaannya: apakah betul ada matan hadits Nabi yang berisi ipar adalah maut? Jika betul, bagaimana penjelasan hadits tersebut? Mari kita cek sama-sama.

Setelah saya coba telusuri, ternyata memang ada haditsnya. Hadits yang berisi Ipar adalah Maut tersebut berbunyi sebagai berikut:

«إِيَّاكُمْ وَالدُّخُولَ عَلَى النِّسَاءِ» فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَفَرَأَيْتَ الحَمْوَ؟ قَالَ: «الحَمْوُ المَوْتُ»

Artinya: “Janganlah kalian memasuki wanita tanpa mahram.” Kemudian seorang dari kaum Anshor berkata, ‘Apa pendapatmu tentang ipar?’ Rosululloh menjawab, “Ipar adalah maut.” (HR. Imam Al-Bukhori no. 5232 dan Muslim no. 2172).

Imam Nawawi rohimahulloh berkata: “Yang dimaksud dalam hadits ialah kerabat suami selain ayah dan anak-anaknya, karena mereka (ayah dan anak-anaknya) adalah mahrom istri. Mereka boleh berdua dan tidak dijuluki dengan istilah kematian. Tetapi, yang dimaksud hanyalah saudara laki-laki, paman, anak paman, anak laki-laki saudara perempuan, dan selain mereka yang dihalalkan wanita menikah dengannya seandainya tidak bersuami. Biasanya kerabat suami dianggap remeh, dan ia lebih pantas untuk dilarang daripada laki-laki asing.” (Fathul Baari, juz 9/243).

Disamping itu, Rosululloh Saw juga melarang untuk berdua-duaan dengan wanita yang bukan mahrom secara umum. Dan saudara ipar yang lawan jenis, ia bukan mahrom. Nabi Saw bersabda,

لاَ يَخْلُوَنَّ رَجُلٌ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِى مَحْرَمٍ

Artinya: “Tidak boleh seorang laki-laki berduaan dengan perempuan, kecuali dengan ditemani mahromnya.” (HR. Imam Bukhori dan Muslim)

Diantara kewajiban istri dalam menjaga rumah tangga adalah menjaga “Nama Baik” suaminya. Baik menjaga diri dari pandangan orang lain dan tidak mempersilahkan lelaki lain yang tidak memiliki hubungan mahrom tanpa izin suami, atau tanpa urusan yang amat genting ketika suaminya sedang tidak ada atau di luar rumah. Terlebih laki-laki kerabat (yang bukan mahrom), baik dari pihak istri atau suaminya yang memiliki gairah seperti ipar laki-laki. Sudah barang tentu, tujuannya agar tidak ada gonjang-ganjing, fitnah, kecurigaan, dan kecemburuan di antara keduanya yang bisa memantik api pertikaian dan bermuara perceraian.

Mengapa kerabat diperingati begitu keras? Karena faktanya masyarakat seringkali meremehkan kerabat masuk ke dalam rumah seorang perempuan tanpa suaminya dan duduk-duduk berlama-lama bahkan bercakap-cakap dengan perempuan tersebut sebab dianggap biasa karena masih memiliki hubungan kerabat. Misalnya sepupunya istri, atau ipar istri. Dengan demikian, laki-laki kerabat itulah yang lebih pantas untuk dilarang daripada laki-laki asing, demikian alasan yang dikemukakan al-Qardlawi dan Ibnu Hajar al-‘Asqolani.” (Fathul Bari, 9/243).

Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.