darulmaarif.net – Indramayu, 28 Oktober 2023 | 08.00 WIB
“History has been written by the victors” (Sejarah ditulis oleh para pemenang) – Winston Churchill
Inilah adagium yang konon pertama kali dikemukakan oleh Winston Churchill (ada pula yang menyatakan berasal dari Napoleon Bonaparte) yang mendominasi asersi modern dan post-modern mengenai natur dari sejarah.
Sejarah memang milik Pemenang, jika dikehendakinya, maka tak ayal lagi peran satu atau segolongan orang pun akan dikubur, hilang dari rangkaian catatan sejarah yang disampaikan kepada publik. Seperti halnya Sejarah Pencetus Pertama Sumpah Pemuda.
Hari PeringatanSumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 Oktober merupakan peristiwa bersejarah dalam perjalanan dinamika sejarah Republik Indonesia.
Sumpah Pemuda terjadi pada tahun 1928 ketika para pemuda dari berbagai daerah menggelar pertemuan yang dinamakan Kongres Pemuda II.
Pada saat itu para pemuda masih tergabung dalam beberapa organisasi kepemudaan di berbagai daerah. Mereka mengadakan pertemuan akbar pada 28 Oktober 1928 M, Ahad Wage, 13 Jumadil Awwal 1347 H. Pada pertemuan itu tercetuslah Sumpah Pemuda.
Isi Sumpah Pemuda ada tiga butir.
Pertama : Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah Indonesia.
Kedua : Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mengakoe Berbangsa Satoe, Bangsa Indonesia.
Ketiga : Kami Poetra dan Poetri Indonesia Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa Indonesia.
Sumpah Pemuda diatas ini, oleh Mr. Mohammad Yamin, setelah menjadi Menteri P dan K, disebutnya sebagai Sumpah Indonesia Raya karena 17 tahun kemudian pengaruhnya melahirkan Republik Proklamasi 17 Agustus 1945.
Salah Satu Sosok Pencetus Sumpah Pemuda
Namun tahukah anda? jika salah satu perumus naskah Sumpah Pemuda ternyata di akhir hayatnya dicap sebagai pemberontak.
Salah satu perumus itu adalah S.M Kartosoewirjo. Sebelum terjadi Kongres Pemuda II, sehari sebelumnya yakni pada tanggal 27 Oktober 1928 M, atau Sabtu Pon 12 Jumadil Awwal 1347 H, S.M KartosoewirjoKartosoewirjo, menyatakan bahwa bahasa asing berfungsi sebagai bahasa pergaulan internasional. Selanjutnya, S.M Kartosoewirjo menekankan bahwa bahasa Indonesia harus menjadi bahasa penghubung Persatuan Pemuda. Selanjutnya, pergerakan nasional harus diserahkan kepada perkumpulan yang berdasarkan nasionalisme. (Ahmad Mansur Suryanegara dalam Api Sejarah Jilid I, hal 514)
Dikutip dari buku yang sama, Api Sejarah Jilid I karangan sejarawan Islam Ahmad Mansur Suryanegara, pencetus butir ketiga Sumpah Pemuda adalah Sekarmadji Kartosoewirjo. Kartosoewirjo merupakan pendiri Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Pada saat itu Kartosoewirjo hadir di Kongres Pemuda II sebagai perwakilan dari Pengurus Besar Partai Sjarikat Islam Indonesia (PSII). Di dalam Kongres Pemuda II, Kartosoewirjo menyatakan bahwa bahasa asing berfungsi sebagai bahasa pergaulan internasional. Kartosoewirjo lalu menambahkan bahwa Bahasa Indonesia harus menjadi bahasa penghubung persatuan pemuda.
Tuntutan Kartosoewirjo agar bahasa Indonesia sebagai bahasa perjuangan sebagai bentuk perlawanan terhadap pengaruh imperialis Belanda.
Pada saat itu bahasa Melayu merupakan bahasa yang dipakai komunikasi antaretnis sebelum kedatangan Belanda di tanah air. Begitu Belanda datang, pengguna bahasa Melayu seolah-olah dianggap sebagai orang bodoh oleh penjajah Belanda. Ini membuat rasa rendah diri di kalangan pribumi. Untuk itulah, Kartosoewirjo mencetuskan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.
Di dalam catatan kakinya, Ahmad Mansur Suryanegara mempertanyakan hilangnya nama Kartosoewirjo dari dalam sejarah Sumpah Pemuda.
“S.M. Kartosoewirjo ditinggalkan oleh Siliwangi ke Jogjakarta, memproklamasikan didirikannya Tentara Islam Indonesia (TII) dan pada saat Roem Royen Statement, mendirikan Negara Islam Indonesia (NII). Apakah karena hal tersebut, namanya tidak dituliskan kembali pada Sejarah Indonesia bab Soempah Pemoeda 28 Oktober?” (Catatan Kaki Buku Api Sejarah Jilid 1 hal. 515)
Menurut Ahmad Mansur Suryanegara, apakah karena Kartosoewirjo adalah pendiri NII maka namanya tidak dituliskan dalam sejarah Indonesia bab Sumpah Pemuda?
Eksekusi Kartosoewirjo, Soekarno Menagis
Salah satu kisah yang mengharu biru terjadi ketika Ir. Soekarno dengan berat hati harus menandatangai surat eksekusi hukuman mati yang dijatuhkan kepada sahabatnya sendiri, Kartosoewirjo sebagai pimpinan DI/TII yang ingin membelot dari NKRI pada kala tahun 1962.
Sempat menunda tanda tangan nyata, dengan berderai air mata ia harus menyetujui eksekusi mati sahabat karibnya itu. Akhirnya, sang sahabat, Kartosoewirjo pun dieksekusi mati karena konsekuensi membelot dari Republik.
Seperti disebutkan di atas, Soekarno pernah menangis saat menandatangani vonis hukuman mati pada sahabatnya sendiri, Kartosoewirjo.
Si ‘Pria Pendek Bertubuh Kurus dan Rambut Keriting’, Kartosoewirjo adalah salah satu kawan dari Soekarno kala masih menimba ilmu dan mondok di rumah HOS TJokroaminoto di Surabaya pada tahun 1918-an.
Ketika menjabat menjadi Presiden pasca Kemerdekaan Indonesia, selang berapa tahun kemudian meletuslah pemberontakan yang dipicu kekecewaan dan dipimpin oleh sang sahabat, Kartosoewirjo.
Salah satu keputusan berat yang harus diambil Soekarno adalah menandatangai vonis mati terhadap sahabatnya tersebut. Karena Kartosoewirjo terbukti sebagai Imam dan Pimpinan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, berkas eksekusi mati tertulis nama itu berkali-kali disingkirkan dari meja kerja Soekarno. Soekarno dan Kartosoewirjo sama-sama berguru kepada orang yang sama yakni HOS Tjokroaminoto.
“Pada 1918 ia adalah seorang sahabatku yang baik. Kami bekerja bahu membahu bersama Pak Tjokro demi kejayaan Tanah Air. Pada tahun 20-an di Bandung kami tinggal bersama, makan bersama, dan bermimpi bersama-sama. Tetapi ketika aku bergerak dengan landasan kebangsaan, di berjuang semata-mata menurut azas agama”, Kata Soekarno yang dikutip dari buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat.
Kartosoewirjo adalah salah satu sahabat semasa tinggal di rumah Pak Tjokro yang tak pernah bosan mengomentari Soekarno saat berlatih pidato di depan cermin.
Namun tak jarang kritik yang dilontarkan Kartosoewirjo lebih kepada ejekan.
“Hei Karno, buat apa berpidato di depan cermin? Seperti orang gila saja”, celetuk Kartosoewirjo yang dikutip dari Majalah Intisari Edisi Agustus 2015.
Kemudian keduanya tertawa bersama-sama.
Namun perjuangan kedua sahabat itu mulai berbeda haluan, yang membuat seperti terlihat berselisih pandang. Soekarno sangat nasionalis, sedangkan sang sahabat, Kartosoewirjo sangat religius.
Tahun 1962, nama sang sahabat mencuat sebagai salah satu pentolan yang dianggap memberontak pemerintahan Republik dibawah DI/TII.
Akhirnya Kartosoewirjo tertangkap oleh pasukan Yonif Linud 328, lantas dijatuhi pidana mati pada 16 Agustus 1962 oleh Pengadilan Mahkamah Darurat Perang (Mahadper).
Ketika menandatangani surat keputusan untuk menghukum mati Kartosuwiryo, Seokarno sempat menangis mengingat Kartosoewirjo pernah menjadi sahabat dekatnya.
Lalu pada tanggal 04 September 1962, sekitar pukul 05:50 WIB dini hari, hukuman mati terhadap S.M Kartosoewirjo dilaksanakan oleh sebuah regu tembak di sebuah pulai di sekitar Teluk Jakarta.
Itulah akhir hayat S.M Kartoseowirjo, Sang Pencetus Naskah Sumpah Pemuda. Mati ditembak sahabat sendiri karena sudah beda haluan ideologi.
Hari ini, kita memperingati Hari Sumpah Pemuda 28 Oktober 2023. Mungkin benar yang dikatakan Winston Churchill, “History has been written by the victors” (Sejarah ditulis oleh para pemenang).
Indonesia merdeka bukan hadiah Belanda, melainkan ada jutaan darah dan airmata para Syuhada yang menjadi saksi bisu bahwa dinamika sejarah, hakikatnya tidak pernah berjalan linear, sejarah selalu berjalan evokatif dan dinamis. Para pemenangnya, punya andil besar untuk menulis ulang sejarah, agar sesuai dengan citra kekuasaan yang sedang ditungangi nya.
Semoga bermanfaat. Wallohu a’lam.